Dapatkah kamu melihat hatiku, begitu rapuh dan nyata,
Sebuah jendela bagi jiwaku, cermin rona diriku?
Ia berdebar penuh gairah, rindu untuk dikenal,
Namun seringkali tersembunyi, takut untuk diperlihatkan.
Dapatkah kau melihat hatiku, dengan bekas luka dan rasa sakitnya,
Perjuangan yang telah dilakukannya, air mata yang telah terkuras?
Ia membawa beban seribu cerita yang tak terhitung,
Sebuah permadani emosi, baik tua maupun muda.
Dapatkah kau melihat hatiku, dengan harapan dan impiannya,
Cinta yang didambakannya, kegembiraan yang terpancar?
Ia merindukan koneksi, sentuhan kekerabatan,
Untuk menemukan kenyamanan dalam diri orang lain, untuk merasa begitu dicintai.
Dapatkah kamu melihat hatiku, ketika dipenuhi dengan keputusasaan,
Ketika beban hidup menjadi terlalu berat untuk ditanggung?
Ia mencari pengertian, telinga yang penuh belas kasih,
Untuk berbagi beban dan meringankan ketakutannya.
Bisakah kau lihat hatiku, saat penuh kegembiraan,
Saat tawa menari di dalam dan membebaskannya?
Ia memancarkan kebahagiaan, bagaikan mercusuar di malam hari,
Mengundang orang lain untuk turut serta dalam kegembiraan murninya.
Dapatkah kamu melihat hatiku, ketika hancur dan terkoyak,
Ketika janji-janji cinta hancur dan menyedihkan?
Ia rindu akan kesembuhan, rindu pada tangan yang lembut untuk disembuhkan,
Untuk menemukan kekuatan dalam kerentanan, untuk percaya kembali.
Dapatkah kau melihat hatiku, dengan rahasianya yang tersembunyi,
Hasrat yang terpendam, luka yang belum tersembuhkan?
Ia mendambakan penerimaan, cinta yang tak bersyarat,
Dilihat dan dihargai tanpa syarat apa pun.
Jadi bisakah kau melihat hatiku? Aku bertanya dengan gentar,
Berharap validasi dan pemahaman tanpa ragu-ragu.
Karena di dunia yang luas ini dimana kita semua memainkan peran kita,
Aku merindukan seseorang yang benar-benar dapat melihat hatikuÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H