Mohon tunggu...
Noen Muti
Noen Muti Mohon Tunggu... Mahasiswa - belum menikah

Penikmat seni

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lahir untuk Mati

3 September 2023   19:51 Diperbarui: 3 September 2023   19:58 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di alam eksistensi, sebuah perjalanan terbentang,
Dari saat kita dilahirkan, hingga kisah kita diceritakan.
Permadani yang ditenun dengan benang waktu,
Sebuah simfoni yang tersusun dengan ritme dan sajak.

Kehidupan dimulai sebagai keajaiban, percikan di malam hari,
Penggabungan sel, secercah cahaya.
Dalam pelukan rahim, kita tumbuh dan berkembang,
Dipelihara oleh cinta, saat jiwa kita menjadi hidup.

Saat kita muncul ke dunia, babak baru dimulai,
Dengan tangisan kegembiraan dan air mata yang membersihkan.
Kita menarik napas pertama, menghirup udara kehidupan,
Dan memulai jalan unik yang harus kita lalui.

Masa kanak-kanak mengundang kepolosan dan permainan,
Menjelajahi dunia dengan cara kita sendiri yang istimewa.
Dengan mata terbelalak keheranan dan hati yang penuh kegembiraan,
Kita belajar dan bertumbuh, menemukan siapa diri kita nantinya.

Pendidikan menjadi bintang penuntun kita,
Saat kita mencari ilmu yang dekat dan jauh.
Dari ruang kelas hingga buku, dari mentor hingga teman sebaya,
Kami mengumpulkan kebijaksanaan yang akan membentuk tahun-tahun kami.

Masa remaja tiba dengan cobaan dan ujiannya,
Masa transformasi, saat kita diuji.
Menavigasi emosi, membentuk identitas kita,
Kita tersandung dan jatuh, namun bangkit dengan kegigihan.

Cinta menemukan kita dengan cara yang tak terduga,
Nyala api yang menyala dan membuat hati kita berkobar.
Kita menari dalam kegembiraannya, menikmati cahayanya,
Tapi juga merasakan patah hati, saat cinta datang dan pergi.

Masa dewasa mengundang tanggung jawab yang tak terhingga,
Saat kita membangun karier dan berjuang meraih emas.
Kita mengejar kesuksesan, ambisi menyulut api kita,
Namun terkadang kita lupa akan apa yang sebenarnya kita inginkan.

Keluarga menjadi sauh kita dalam lautan badai kehidupan,
Ikatan yang melampaui ruang dan ketetapan.
Melalui tawa dan air mata, dalam suka dan duka,
Mereka berdiri di sisi kita, dalam suka dan duka.

Paruh baya tiba dengan rasa refleksi,
Saatnya mengevaluasi arah yang kita pilih.
Kita mempertanyakan tujuan kita, mencari makna yang lebih dalam,
dan berusaha menemukan keseimbangan di dunia yang semakin suram.

Usia tua merayap masuk dengan pelukan lembutnya,
Meninggalkan jejak hikmah yang terpatri di wajah kita.
Kita melihat kembali perjalanan ini, suka dan duka,
Bersyukur atas pelajaran yang diberikan kehidupan.

Saat kita mendekati akhir, sebuah perpisahan yang pahit manis,
Kita merenungkan kisah-kisah yang kita jalani untuk diceritakan.
Dengan rasa syukur di hati kami, kami mengucapkan selamat tinggal,
Mengetahui bahwa siklus kehidupan akan dimulai lagi.

Dari lahir hingga mati, permadani diputar,
Sebuah simfoni dimainkan hingga masa kita selesai.
Setiap detik sebuah sapuan kuas, setiap hembusan nafas sebuah nada,
Menciptakan sebuah mahakarya yang abadi melayang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun