Mohon tunggu...
Aby
Aby Mohon Tunggu... Mahasiswa - belum menikah

Penikmat seni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Potret Buram Ketertinggalan

31 Juli 2022   08:46 Diperbarui: 31 Juli 2022   08:54 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar saya diantara Mahasiswa 19 ESP UNIMOR. (Dokpri)

Sudah hampir 3 tahun sejak 2019 ketika saya yang saat itu menganggur di luar memutuskan untuk kembali ke bangku pendidikan. Waktu itu saya mendengar informasi pendaftarannya (bukan SNMPTN/SBMPTN tapi yang seleksi jalur mandiri) dari radio namun dengan waktu yang sangat terbatas. 

Dari situ saya memutuskan bahwa saya akan kesana untuk mendaftar, saya kesana untuk mendaftar hanya bermodalkan doa, uang Rp 50.000 dan pakaian di badan, hanya mengandalkan Tuhan dan diri sendiri. 

Setelah mendaftar kemudian ketika mendengar pengumuman kelulusan barulah kemudian biaya untuk registrasi dikirim orang tua dari kampung, itu juga hasil dari berhutang kepada tetangga karena memang latar belakang keluarga saya memang miskin, uang yang sering didapatkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan waktu memutuskan untuk kuliah juga tidak ada uang sepeser pun. 

Saya sangat bersyukur  walaupun kampus dimana saya sedang kuliah saat ini bukanlah kampus terbaik atau favorit seperti kebanyakan kampus di Indonesia, banyak orang yang mungkin tidak seberuntung saya yang masih bisa kuliah walaupun harus berhutang kesana-kemari. Dari semester 1 hingga sekarang semester 7 uang hasil registrasi setiap semester itu hampir semuanya adalah hasil berhutang dari orang. 

Belakangan ini banyak kejadian viral dimana-mana yang mana remaja-remaja yang menolak tawaran beasiswa dengan alasan yang menurut saya itu sangat tidak masuk akal. Saya membayangkan seandainya saya di posisinya mereka atau orang-orang yang nasibnya seperti saya dan tiba-tiba ditawarkan beasiswa seperti itu, saya sangat miris dengan kejadian seperti itu tapi begitulah beda nasib. Mereka hidup di daerah metropolitan yang tidak pernah luput dari perhatian media dan jepretan kamera.

Jadwal registrasi di kampus saya sudah mendekati batas waktu yang ditentukan dan saya belum mendapatkan biaya untuk registrasi agar nasib saya di bangku pendidikan bisa dipertahankan. Mungkin petualangan saya di bangku perkuliahan akan berakhir tragis tapi saya tidak akan pernah menyesali diri.

Siapapun yang membaca ini semoga nasibnya tidak sama seperti saya.

Selamat membaca dan menikmati kehidupan yang ironis...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun