Mohon tunggu...
Aryanto Wijaya
Aryanto Wijaya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bekerja sebagai Editor | Jatuh cinta pada Yogyakarta Ikuti perjalanan saya selengkapnya di Jalancerita.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bangkitnya Gotong Royong dari Hamparan Abu

15 Februari 2014   19:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:47 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_295574" align="aligncenter" width="460" caption="foto by Detik.com (http://news.detik.com/read/2014/02/15/120642/2498348/10/hujan-abu-kelud-berlalu-warga-yogya-bersih-bersih-rumah?9911012)"][/caption]

Bencana, siapa sih yang mau akan datangnya bencana? Entah itu banjir, gunung meletus, gempa, atau apapun setiap manusia pasti menghindari bahkan kalau bisa ya menolak datangnya bencana. Alam memang lebih berkuasa, sehebat apapun manusia tetap harus tunduk dibawah kehebatan murka bumi.

Hal inilah yang mewarnai Indonesia sejak kemarin (14/2), berita mengenai letusan Gunung Kelud segera menyebar mulai dari persiapan evakuasi hingga dampak erupsi yang terjadi di beberapa kota di Jawa. Kota Yogyakarta yang berjarak 200 km dari pusat letusan pun ikut kebagian "menikmati" dampak erupsi. Terhitung sejak 14 Februari 2014 dini hari, rintikan abu mengguyur kota hingga menjelang siang. Jarak pandang terbatas, bandara tutup, kegiatan ekonomi lumpuh, hingga Yogyakarta serasa menjadi kota mati selama beberapa saat.

Selalu ada hikmah dari setiap persoalan, nampaknya dampak abu erupsi ini nyatanya tak selalu buruk. Di satu sisi memang kedatangan abu tak diundang ini merusak rutinitas kota, apalagi jatuhnya tepat saat hari Kasih Sayang sehingga hingar bingar mengenai coklat tak lagi terdengar. Keberadaan coklat segera digantikan dengan masker sebagai hal yang paling berharga saat itu..

Tapi, apakah ada dampak positif dari bencana? Hmm...tentu saja ada, sejauh pengamatan saya selama "terjebak" di Yogyakarta ada hal-hal yang menarik senyum saat memandang jauh dibalik hamparan debu.

Masyarakat yang biasanya tak saling kenal, atau jika kenal pun hanya sebatas basa-basi kini berubah sudah. Setiap warga di depan rumah bersatu padu membersihkan jalanan. Ada yang menyemprot dengan selang, menyekop debu, mengemas debu kedalam karung, membersihkan genteng, dan kegiatan lainnya. Bersih-bersih dadakan ini juga memicu adanya tawa, canda, dan obrolan hangat diantara warga yang sama-sama menjadi korban abu vulkanik. Tak peduli apapun latar belakang orangnya, semua larut dalam semangat membersihkan Yogyakarta dari kemelut abu.

Di zaman yang sudah modern ini rasanya jarang melihat warga saling bergotong royong, terlebih jika itu di kota besar. Haruskah bencana datang dahulu untuk menyadarkan kita akan pentingnya kerukunan dan kebersamaan?

Salam,

Yogyakarta, 15 Februari 2014

[caption id="attachment_295575" align="aligncenter" width="460" caption="saling bersihkan jalan Malioboro (http://news.detik.com/read/2014/02/15/120642/2498348/10/hujan-abu-kelud-berlalu-warga-yogya-bersih-bersih-rumah?9911012)"]

1392442772548944887
1392442772548944887
[/caption]

[caption id="attachment_295577" align="aligncenter" width="538" caption="Jalanan terselimuti abu setebal lebih dari 2cm (14/2) Dok.pri"]

13924429231614842769
13924429231614842769
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun