Mohon tunggu...
Aryani Wijayanti
Aryani Wijayanti Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga

mencoba mengekspresikan fikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Home

Idealisme Ngontrak Vs Membeli Hunian

24 April 2024   22:32 Diperbarui: 25 April 2024   17:00 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebutuhan papan / tempat tinggal merupakan kebutuhan mendasar yang sifatnya mutlak harus dipenuhi oleh setiap orang. Tanpa papan/tempat tinggal, manusia dapat terpapar teriknya sinar matahari, dinginnya malam dan derasnya hujan. Dampak paling fatal ketika kebutuhan papan / tempat tinggal tidak terpenuhi bisa menyebabkan manusia sakit dan meninggal.

Bagi yang sudah punya rumah warisan dari orangtua hal ini tidak menjadi masalah besar. Bagi yang belum mempunyai hunian sering kali terlintas dalam fikiran apakah lebih baik membeli hunian atau lebih baik ngontrak ya? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita mencoba menjabarkan terlebih dahulu keuntungan dan kekurangan ketika antara ngontrak atau membeli rumah.

Ketika orang masih merintis kehidupan misalnya sekolah / kerja, ngontrak menjadi pilihan yang lebih tepat karena bisa mencari rumah yang lokasinya dekat dengan sekolah / tempat kerja. Selain itu, ngontrak juga lebih hemat pengeluaran. Bahkan ada beberapa kontrakan yang menawarkan fasilitas lebih untuk kita nikmati. Memang sayangnya kita tidak dapat memiliki bangunan tersebut.

Keuntungan yang lain ketika ngontrak, misalnya setelah kita menempati kontrakan dan ada hal-hal yang membuat kita tidak cocok atau bosan dengan suasananya, kita bisa pindah sewaktu-waktu. Kelebihan lain, kita tidak perlu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ataupun mengeluarkan biaya untuk perawatan rumah.

Setelah memiliki kemapanan secara finansial dan sudah memiliki keluarga umumnya dapat memikirkan untuk membeli hunian. Meski mungkin lokasi rumah yang diperoleh bisa jadi jauh dari tempat kerja. Orang yang sudah berkeluarga lebih membutuhkan privasi dan ketenangan palagi jika sudah dikaruniai keturunan. Bisa bercanda-tawa bebas dengan keluarga, tidak terlalu khawatir mengganggu orang lain. Rumah dapat menjadi aset jangka panjang untuk diturunkan kepada anak-cucu ke depan.

Pembelian hunian bisa dilakukan sistem cash, cash keras ataupun Kredit Perumahan Rakyat (KPR). Sistem cash menerapkan sistem transaksi secara langsung, secara gampangnya bisa disebut ada rumah, ada uang. Cash keras / bertahap menawarkan pembelian secara dicicil tanpa bunga dalam tenggang waktu yang cukup singkat misalnya harus lunas dalam satu tahun.

Sistem KPR memang menawarkan kemudahan dalam pembayaran karena pembeli bisa mencicil rumah dalam jangka waktu yang cukup lama, misal 10 tahun, 15 tahun ataupun 20 tahun.  Pada saat awal pembelian, Sistem KPR mengharuskan down payment (DP)  atau uang muka misalnya 10-20 %  dari harga rumah untuk mengikat pembeli. Selain itu, pada proses pengajuan KPR biasanya bank hanya menyetujui cicilan maksimal 30 % dari penghasilan.

Pembelian hunian secara cash ataupun cash keras memang lebih menawarkan harga yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan KPR karena adanya bunga dalam pembelian dengan sistem KPR. Bagi seorang muslim, bunga bank lebih mengarah kepada riba yang diharamkan.

Lunasnya transaksi pembayaran hunian secara segera pada sistem cash dan cash keras juga dapat membuat pembeli memiliki sertifikat kepemilikan rumah segera. Beda halnya dengan KPR, pembeli dapat memiliki sertifikat kepemilikan rumah setelah menunggu sampai hutang dia di bank lunas. 

Harga hunian setiap tahun selalu naik sedangkan pendapatan kita belum tentu mengalami kenaikan. Terlebih ketika kita hidup di kota-kota besar, rasanya cukup mustahil ketika mau membeli hunian yang ideal (berada di pusat kota, dengan luasan lahan yang cukup, letak strategis dsb). Kita perlu menyesuaikan budget kita dalam membeli hunian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun