[caption id="attachment_293738" align="alignnone" width="614" caption="Angkot di Kupang yang melewati Hotel Maya, di seberang jalan ada Pantai Ketapang"][/caption] [caption id="attachment_293739" align="alignnone" width="600" caption="Suasana pagi di Pantai Ketapang"]
[/caption] [caption id="attachment_293742" align="alignnone" width="600" caption="Nelayan yang sedang membawa tangkapan ikannya di Pantai Teddy"]
[/caption] [caption id="attachment_293741" align="alignnone" width="600" caption="Suasana senja di Pantai Teddy"]
[/caption] [caption id="attachment_293743" align="alignnone" width="600" caption="Kali Dendeng, banyak anak-anak yang bermain air di sini"]
[/caption] [caption id="attachment_293744" align="alignnone" width="600" caption="Air terjun Oenesu, debit airnya kecil"]
[/caption] Awal Desember tahun 2011 lalu, saya berkesempatan untuk jalan-jalan di Kupang. Ini adalah pertama kalinya menjejakkan kaki di wilayah timur Indonesia. Kupang sendiri tidaklah terlalu luas sehingga waktu dua hari dirasa pas untuk sekedar menikmati keindahan kota, karena tidak sempat pula ke tempat lainnya. Menikmati Kupang sama dengan menikmati pantai dan laut, karena kota ini sendiri dikelilingi pantai. Jadi sangatlah mudah menemukan pemandangan birunya air laut di sini. Kebetulan hotel tempat saya menginap waktu itu (Hotel Maya) berhadapan langsung dengan laut. Jadi tinggal menyeberang jalan saja kita sudah sampai di tepi pantai. Untuk transportasi pun kebetulan tidak terlalu susah karena di jalan depan hotel ini merupakan jalur angkot. Agak berbeda dengan angkot di daerah Jawa, bagian luar angkot di sini ditempeli dengan berbagai macam stiker sampai hampir menutupi kaca jendela. Saking penuhnya, saya sulit melihat pemandangan di luar angkot dari dalam. Umumnya angkot di sini (dan katanya angkot-angkot di wilayah timur Indonesia lainnya) dilengkapi dengan musik dan semuanya disetel dengan volume suara yang sangat keras. Jenis musik yang disetelpun kebanyakan house music, dan tentu saja bagi yang tidak terbiasa akan merasa sangat terganggu dan pusing. Mungkin ini pengaruh dari budaya masyarakatnya yang sangat senang pesta dan musik. Ada yang unik dari cara penumpang memberhentikan angkot. Kalau di daerah Jawa biasanya jika ingin berhenti, maka penumpangnya bilang “kiri” atau mengetuk bagian atap angkot, tetapi lain dengan di daerah Kupang. Biasanya mereka minta berhenti dengan cara bertepuk tangan. Lucu ya… Pantai di Kota Kupang mungkin tergolong biasa saja dibandingkan dengan destinasi
wisata lain yang terkenal seperti Lombok atau di daerah NTT lainnnya. Tetapi tentu masih bisa dinikmati dan lebih indah dibandingkan pantai utara Jawa. Pagi itu saya mengunjungi pantai di seberang hotel. Kata mbak
Ningstami, namanya pantai Ketapang 1, tetapi ada tulisan di prasasti batu bertuliskan Pantai Tode Kisar. Pantai ini sepi, waktu itu sedang surut sehingga karang-karangnya terlihat jelas. Saya menikmati suasana pagi di sana hingga menjelang siang. Meskipun pantainya tidak mengahadap ke arah timur, tetapi pemandangan berkas cahaya (ROL) yang keluar dari awan di hadapan mata saya menimbulkan warna-warni langit yang indah. Semakin siang warna laut semakin biru. Kapal-kapal nelayan nampak berseliweran. Dari kejauhan terlihat sebuah pulau kecil dengan pinggiran berwarna putih, tetapi sayangnya saya tidak sempat berkunjung ke sana. Tidak jauh dari pantai ini ada Pantai Teddy’s, lokasinya berdekatan dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Dinamai itu karena di sana ada sebuah café tempat nongkrongnya bule-bule disebut Café Teddy. Biasanya gradasi warna air laut bisa kita nikmati setelah jam 10 pagi. Di pantai ini suasananya lebih ramai, ada dramaga kecil di sana serta banyak kapal-kapal nelayan dan penumpang yang berlayar dan berlabuh di situ. Para nelayan membawa ikan hasil tangkapannya dan dijual di pasar yang tidak jauh dari situ. Para pedagang makanan/minuman pun banyak yang berjualan di sana. Semakin sore suasana semakin ramai. Rupanya Pantai Teddy dijadikan tempat hiburan dan nongkrong bagi warga Kupang. Banyak pula saya lihat anak-anak remaja yang masih berseragam sekolah bermain-main di pinggir pantai sambil melempar batu, adapula yang sekedar duduk-duduk sambil ngobrol dengan temannya. Saya menikmati suasana sore di sini sambil memotret hingga matahari tenggelam. Senja di Pantai Teddy terlihat indah, sayangnya cuaca agak berawan tetapi tetap menimbulkan warna–warni langit dan suasana kota yang indah. Tidak hanya pantai, di Kupang juga ada wisata lain yang bisa dinikmati seperti sungai dan air terjun. Dengan menumpang ojek, saya mengunjungi Bendungan Kali Dendeng. Sebenarnya tempat ini biasa saja, mungkin di daerah Bogor seperti Bendungan Katulampa. Tempat ini sering dijadikan tempat bermain/berenang bagi anak-anak dan sumber air warga untuk mencuci dan lain sebagainya. Mungkin di sini termasuk daerah pemasok air bagi Kupang yang dikenal kering. Ada satu tempat lagi selain pantai yang saya kunjungi yaitu air terjun Oenesu. Tempatnya agak jauh, kira-kira ditempuh sekitar 45 menit perjalanan dengan motor. Di sepanjang perjalanan, saya melewati jalan yang naik turun sambil sesekali ngobrol. Tukang ojek yang membawa saya kebetulan ramah sehingga dia banyak bercerita. Pemandangan indah bukit-bukit, kadang pantai di kejauhan dapat kita nikmati sepanjang perjalanan. Kalau sudah begini keringnya NTT yang sering diberitakan tidak terlihat karena kebetulan waktu itu sedang musim penghujan. Akhirnya sampailah saya di air terjun Oenesu. Jangan dibandingkan dengan air terjun di daerah Bogor atau Cianjur yang jernih dan deras. Ternyata air terjun di sini tidak terlalu besar dan debit airnya kecil sekali. Karena tempatnya tidak terlalu tinggi, airnya juga terlihat agak kotor karena sungai di atasnya sering dipakai untuk aktivitas mencuci dan lain sebagainya. Tetapi tetap saja tempat ini banyak dikunjungi, karena pemandangan air terjun tidak terlalu banyak di daerah ini. [caption id="attachment_293745" align="alignnone" width="600" caption="Sore di Pantai Lasiana selepas hujan"]
[/caption] [caption id="attachment_293748" align="alignnone" width="600" caption="Di toko yang berjualan souvenir khas NTT"]
[/caption] Sepulang dari air terjun, kami melewati jalan lain dan menemukan pemandangan yang memukau. Saya lupa nama tempatnya. Jalannya terlihat baru diaspal dengan pemandangan semak di kanan-kiri. Jalann yang lurus sekali dapat dilalui sampai beberapa kilometer, tanpa ada belokan sedikitpun. Di kiri jalan tampak birunya laut dan awan-awan putih di atasnya. Benar-benar indah, tetapi karena terburu-buru saya tidak sempat memotret. Tidak berapa lama setelah melewati jalan yang lurus itu, hujan turun dengan derasnya. Kami berhenti sebentar untuk berteduh. Sorenya saya menyempatkan diri untuk mengunjungi Pantai Lasiana, salah satu objek pantai yang terkenal di Kupang. Karena selepas turun hujan siang harinya, cuaca menjadi mendung dan sangat berawan. Sunsetpun menjadi tidak terlihat. Tetapi tidak menyurutkan para wisatawan lokal yang berkunjung di sana, banyak pula yang berasal dari luar daerah. Malam terakhir di Kupang, saya diajak ke Pelabuhan Tenau. Namun karena ada pemadaman listrik, saya tidak bisa melihat warna-warni lampu yang terang di pelabuhan itu. Sebelum meninggalkan Kupang, tidak lupa saya membeli cindera mata khas NTT yaitu miniature Sasando. Mengunjungi Kupang, kita bisa melihat sedikit gambaran indahnya pantai-pantai di Indonesia Timur. Segitu saja bagus, apalagi di pantai yang lebih pelosok lagi. Indonesia memang indah dan kaya.
Salam jalan-jalan Bogor, 22 November 2013 Note : Makasih buat Mbak Ningstami yang sudah menemani jalan-jalan #IndonesiaKaya #EkspresikanIndonesiamu #Kompasianival2013
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Lihat Travel Story Selengkapnya