Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Cerita Perjalanan di Ujung Genteng

12 Maret 2013   15:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:54 86696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_241810" align="alignnone" width="600" caption="Pantai ujung genteng"][/caption] Pantai Ujung Genteng merupakan salah satu tempat wisata yang terkenal di bagian selatan Jawa Barat. Namun ternyata tempat wisata ini belum dikelola dengan baik. Selain akses jalan tidak terlalu bagus karena kondisinya sempit dan rusak, juga masalah keamanan di lokasi wisata ini harus diwaspadai. Ini sekedar berbagi pengalaman saja dengan teman-teman, terutama bagi yang baru pertama kali ke Ujung Genteng. Ceritanya tiga hari lalu (9/3) saya berkunjung ke Pantai Ujung Genteng bersama beberapa teman untuk survey lokasi. Saya dan teman-teman kantor ingin jalan-jalan ke tempat ini minggu depannya. Berhubung saya belum pernah ke sini sebelumnya, sama sekali belum punya gambaran lokasi selain dari info yang didapat dari internet. Perjalanan yang melelahkan dari Bogor-Ujung Genteng ditempuh selama hampir 8 jam. Saat kami tiba di sana, hari sudah menjelang maghrib. Cuaca mendung dan sangat berawan setelah siangnya diguyur hujan, sehingga kamipun hanya bisa menikmati matahari terbenam selama beberapa menit saja di pantai itu. Setelah bermain-main sejenak di pantai, kami mendatangi mushola di dekat tempat pelelangan ikan (TPI). Karena mushola penuh antrian orang, saya dan teman berjalan menuju pantai di dekat situ. Sebenarnya kami bingung malam itu mau menginap dimana. Kami juga berniat ke penangkaran penyu di Pangumbahan tapi tidak tahu arahnya. Akhirnya kami bertanya pada salah seorang yang sedang berdiri di pinggir pantai, entah itu penduduk asli atau sesama pengunjung. Di situ kami sudah mendapatkan info rute ke penangkaran penyu. Selain itu kami juga diperingatkan untuk hati-hati karena penginapan di daerah ini tidak aman, banyak yang sering kemalingan. Kami tetap melanjutkan perjalanan ke arah Pangumbahan. Karena kondisi jalan yang sangat jelek dan agak gelap, mobil hanya bisa berjalan pelan. Kami sempat ragu juga untuk meneruskan perjalanan. Di sebelah kanan kiri terlihat pondok-pondok yang letaknya berjauhan satu sama lain. Sepertinya itu penginapan untuk disewakan. Ada juga beberapa rumah yang sepertinya remang-remang, di depannya ada bebrapa cewek berpakaian seksi sambil merokok. Saya tidak mau berburuk sangka, tapi jadi inget pemandangan malam ketika melewati di kawasan pantura terutama Indramayu. Jalanan semakin sepi, motor-motor dan mobil yang awalnya beriringan menuju ke arah yang sama seperti yang kami tuju sudah tidak terlihat lagi. Di sebelah kanan, kami melihat pondok yang lumayan terang dan berpagar. Banyak mobil-mobil parkir di depannya. Awalnya kami ingin turun untuk menanyakan info penginapan tapi kami urungkan. Tibalah di jalan yang bercabang 2, di situ ada seorang laki-laki duduk di atas motor. Kami bertanya padanya tentang rute ke Pangumbahan. Dia menjelaskan dalam bahasa sunda kalau lokasinya masih sekitar 4 km dan jalannya jelek. Waktu itu dia sempat menawarkan diri untuk mengantarkan tapi minta dikasih Rp 50 ribu, tentu saja kami menolak. Saat melewati Turtle Beach hotel, kami sempat turun untuk menanyakan harga kamar dan makan. Ternyata lumayan mahal. Perjalanan kami teruskan kembali. Kami melewati banyak pondok. Sepertinya banyak wisatawan yang sedang berlibur juga di sana, banyak mobil atau bus yang terlihat sedang parkir. Ada juga rombongan yang sedang mengadakan acara sehingga suasana tampak ramai. Mobil kami terus menyusuri jalan. Setelah melewati jembatan, tibalah di persimpangan jalan. Kami berbelok sesuai papan petunjuk arah yang menunjukkan jalan ke Pangumbahan. Jalan semakin jelek dan gelap, suasana sepi, hanya terlihat beberapa rumah. Melihat situasi ini, sopir kami menghentikan mobil agak lama karena ia ragu-ragu untuk meneruskan perjalanan. Ada pengendara bermotor di belakang kami yang agak mencurigakan. Ia ikut berhenti ketika mobil kami berhenti. Ketika kami menanyakan rute ke Pangumbahan, dengan ramahnya dia menjawab dalam bahasa sunda serta menyarankan agar kami terus saja ke Pangumbahan. Tetapi kami ragu-ragu, dan akhirnya tidak mau memaksakan diri untuk meneruskan perjalanan. Yang aneh, dia ikut berbalik arah juga ketika mobil kami balik. Saya kira dia ingin masuk salah satu rumah yang ada di situ. Bukannya ingin berburuk sangka, tetapi dia seolah-olah sedang menguntit mobil kami. Waktu itu rasanya perut sudah terasa sangat lapar. Di salah satu pondok berpagar bambu, kami berhenti untuk makan malam. Cukup lama juga menunggu hidangan karena menunya ikan kakap bakar yang baru dimasak saat itu juga. Sambil menunggu, kami bertanya-tanya tentang tempat wisata di ujung genteng. Karena sudah kelelahan, kami memutuskan untuk menyewa 2 kamar dan menginap di pondok itu saja. Sebelum tidur, pemilik pondok sempat mengajak kami melihat-lihat pantai di depan pondok. Karena suasana cukup gelap, saya benar-benar tidak menyadari kalau itu pantai, karena tidak terdengar suara deburan ombaknya. Pemilik pondok bersikap sangat ramah. Dia bilang kalau orang ujung genteng itu baik-baik, gak seperti di Jakarta. Kami merasa sudah cocok menginap di pondok itu, tanpa curiga sedikitpun. Kami sudah menyusun rencana untuk keesokan harinya ingin mengunjungi pantai apa saja.  Bahkan untuk minggu depan kami berniat menyewa pondok itu lagi. Malam itu kami tidur dengan nyenyaknya karena kelelahan, sedikitpun tidak ada firasat atau kecurigaan apapun. Menjelang subuh saya dan teman sekamar sudah bangun. Saya mendengar suara-suara dari kamar sebelah. Mereka pasti sudah bangun pikirku. Saat sholat subuh saya mendengar klakson mobil dibunyikan. Saya pikir itu untuk membangunkan kami karena rencananya ingin berangkat jam 5 pagi untuk melihat sunrise di Pantai Ujung Genteng. Kamipun segera bersiap-siap. Alangkah terkejutnya ketika membuka pintu, dan mendengar teman-teman di kamar sebelah kemalingan. Sopir kehilangan tas yang di dalamnya ada dompet berisi ATM dan surat-surat penting. Untunglah HPnya sedang dicharge, dan kunci mobilnya ditaruh di saku celana, jadi masih selamat. Laptopnya juga untungnya ditaruh di dalam mobil. Sedangkan teman lain kehilangan celana panjangnya, dan di dalamnya berisi HP dan uang Rp 300 ribu. Menurut teman yang kehilangan itu, kejadiannya sekitar jam 4-an. Jadi sebelum subuh dia ke kamar mandi, sedangkan sopir dan temanku seorang lagi masih tidur. Waktu itu barang-barang masih ada. Sepertinya saat itu ada orang yang masuk dan tidak satu orangpun terbangun. Mungkin si maling punya kunci cadangan atau teman saya lupa mengunci kamarnya. Entahlah, yang jelas tempat itu memang tidak aman. Sebenarnya setelah sadar kehilangan barang-barangnya, teman saya langsung bergegas mengejar si pelaku. Tapi tidak ketemu karena hari masih gelap dan keburu turun hujan. Lagipula di belakang pondok ternyata areal semak-semak dan persawahan tanpa dipagari sehingga memudahkan maling untuk kabur. Untunglah nasib baik masih berpihak kepada kami, barang-barang masih bisa ditemukan. Setelah hari terang, salah seorang teman melihat ada benda warna hitam di areal persawahan, jaraknya sekitar 100 meter dari kamar kami. Dan ternyata benar, tas dan celana panjang itu ditinggalkan oleh si maling di situ. Dia hanya mengambil HP dan uang tunai, syukurlah karena tidak harus mengurus KTP dan segala macam yang bikin ribet. Meskipun kehujanan, tapi barang-barang itu masih bisa selamat. Yang aneh adalah respon si penjaga pondok. Ketika dilapori ada kehilangan, ekspresinya datar dan hanya bertanya “Kamarnya dikunci gak?” Sama sekali tidak ada pernyataan permintaan maaf atau sikap penyesalan apapun atas kejadian kemalingan ini. Si pemilik pondok yang tadi malam mengantarkan kami ke pantaipun tidak muncul pagi ini. Padahal dia yang paling banyak bicara dengan ramahnya. Saya curiga pasti dia tahu siapa pelakunya, atau mungkin memang sudah bekerja sama dengan si maling, entahlah. [caption id="attachment_383536" align="alignnone" width="514" caption="Pondok tempat kami menginap"]

14315962931913721581
14315962931913721581
[/caption] [caption id="attachment_241814" align="alignnone" width="600" caption="Depan hotel langsung berhadapan dengan laut"]
1363101643129014403
1363101643129014403
[/caption] [caption id="attachment_241815" align="alignnone" width="534" caption="Kamar dan mushola di seberang kamar kami"]
13631017071881630947
13631017071881630947
[/caption] [caption id="attachment_241816" align="alignnone" width="600" caption="Belakang pondok yang langsung berbatasan dengan sawah"]
136310176623356688
136310176623356688
[/caption] [caption id="attachment_241818" align="alignnone" width="534" caption="Lokasi ditemukannya barang-barang yang dicuri"]
1363101867673015776
1363101867673015776
[/caption] [caption id="attachment_241820" align="alignnone" width="534" caption="Menyelamatkan barang "]
13631019441333154354
13631019441333154354
[/caption] [caption id="attachment_241821" align="alignnone" width="534" caption="Barang-barang yang berhasil diselamatkan"]
1363102027458090196
1363102027458090196
[/caption] Meski rencana yang sudah kami susun pagi itu berantakan, tetapi saya masih bersyukur. Untung malingnya tidak masuk kamar saya. Soalnya saya menaruh tas berisi dompet dan kamera DSLR dekat sekali dengan pintu. Terlebih waktu itu saya sama sekali hilang kewaspadaan. Tentu ini sangat mudah dijangkau jika si maling masuk untuk mengambil barang-barang. Bersyukur juga barang-barang yang dicuri masih dikembalikan meskipun digeletakkan saja di dekat sawah. Yang jelas minggu depan tidak akan menginap di tempat ini lagi. Lebih baik cari tempat penginapan yang jelas-jelas aman dan nyaman dari segi bangunan maupun pengelolanya. Waspada memang penting, dimanapun dan kapanpun. Salam kompasiana Bogor, 12 Maret 2013 Tulisan selanjutnya tentang Ujung Genteng : Senja Warna-Warni di Pantai Ujung Genteng Ada Pelangi di Pantai Ujung Genteng

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun