[caption id="attachment_218913" align="alignright" width="240" caption="multialiyyah.blogspot.com"][/caption] Aneh juga ya kalau mendengar cerita bahwa ada orang tua yang tidak memperbolehkan anak laki-lakinya pergi jauh-jauh, bahkan meskipun masih dalam satu pulau. Padahal pergi merantaunya hanya sebentar, misalnya untuk kuliah atau cari pengalaman di luar kota. Kalau anak perempuan mungkin masih wajar ya, tapi ini anak laki-laki, bukankah harusnya disuruh pergi agak jauh supaya dapat banyak pengalaman. Itulah yang dialami oleh suami dari salah seorang teman saya, Ima. Mereka berdua asli Tasikmalaya, sesama teman SMA yang akhirnya menikah kurang lebih satu tahun yang lalu. Ima sendiri berstatus sebagai PNS di salah satu Departemen, berkantornya di Jakarta, tetapi masih kost di Bogor. Jadi dia tiap hari bolak-balik PP Jakarta-Bogor ke tempat kerjanya menggunakan KRL Jabodetabek. Sedangkan suaminya masih tetap bekerja di Tasikmalaya, mengajar di sekolah, tapi katanya sih sudah PNS. Hal yang mengherankan bagi saya tentulah karena keadaan mereka yang berjauh-jauhan. Si suami di Tasikmalaya dan si istri di Bogor tapi kerjanya di Jakarta, apa enaknya menikah tapi berjauhan, begitu pikirku dalam hati. Saya juga pernah menanyakan hal ini pada Ima, tapi kelihatannya dia enjoy saja dengan keadaan seperti itu. Mereka ketemu dua minggu sekali, kalau tidak istrinya yang ke Tasikmalaya, biasanya suaminya yang ke Bogor. Saya berpikir sampai kapan mau seperti itu terus, apalagi sekarang Ima sedang hamil 4 bulan. Masa sih harus bolak-balik Tasikmalaya-Bogor, kan jauh banget ya. Yang membuat saya lebih heran lagi karena mendengar cerita seorang teman tentang suaminya Ima. Ternyata dia tidak diperbolehkan ibunya tinggal jauh-jauh selain di Tasikmalaya. Bahkan katanya, dulu sewaktu lulus SMA, keinginannya kuliah di Yogyakarta ditentang oleh ibunya. Kabarnya juga, karena waktu itu ibunya mendoakan tidak lulus SPMB, sampai-sampai pensil yang digunakan anaknya pada saat ujian patah terus. Duh sampai segitunya ya?!! Padahal doa ibu manjur banget kan, koq dipakai untuk mendoakan yang tidak baik untuk anaknya, kasihan sekali. Padahal Tasikmalaya-Yogyakarta kan bukan jarak yang jauh untuk ditempuh, setidaknya masih dalam satu pulau, dan tujuannya juga untuk menuntut ilmu. Akhirnya, anaknya hanya kuliah di Tasikmalaya saja, belum pernah pengalaman merantau keluar kota apalagi luar Pulau Jawa. Kalau melihat seperti itu keadaanya, saya juga tidak tahu sampai kapan Ima dan suaminya bisa kumpul seperti layaknya sebuah keluarga pada umumnya. Yang jelas suaminya tidak mungkin pindah karena ibunya tidak memperbolehkan. Tapi kasihan ya, masak seorang laki-laki tidak boleh merantau kemana-mana, padahal ingin cari pengalaman, tapi di sisi lain harus mengikuti ucapan ibunya, seperti buah simalakama saja jadinya. Jika sudah begini, harusnya Ima bisa mengalah dan mengajukan pindah ke Tasikmalaya, tapi sepertinya dia senang di Bogor. Kata teman saya, kariernya bagus, dan sudah dipercaya sama bos, di Tasikmalaya mungkin tidak akan berkembang. Padahal menurut saya, seorang istri harus tetap mengutamakan suaminya kan, bukan kariernya. Tapi itu semua kembali pada pilihan hidup masing-masing, setuju gak?!! Ohya, bagaimana sikap teman-teman kalau berada dalam posisi Irma atau suaminya, apa yang akan kalian lakukan??? Ditunggu sharingnya ya :-) Semoga bermanfaat... Selamat bermalam minggu :-) Bogor, 7 Agustus 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H