Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Terpesona Keelokan Danau Toba

23 Agustus 2015   10:03 Diperbarui: 23 Agustus 2015   10:03 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini melihat Danau Toba hanya impian. Impian mulai dari kecil, ketika membaca buku pelajaran geografi di sekolah. Rupa dan keindahannya hanya bisa dibayangkan dari foto-fotonya. Tapi kini melihat Danau Toba bukan khayalan, saya telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa indahnya danau yang katanya terbesar se-Asia Tenggara ini. Di ketinggian 900 dari permukaan laut, danau vulkanik ini membentang bak sebuah pantai. Saking luasnya, saya sampai bingung mengabadikannya dalam sebuah foto.

[caption caption="Danau Toba dari Parapat (Dok. Yani)"][/caption]

[caption caption="Sekawanan monyet di tepian Danau Toba, Parapat (Dok. Yani)"]

[/caption]

 

Danau Toba dikelilingi oleh beberapa kabupaten, jadi untuk mengelilinginya butuh waktu yang cukup lama. Tidak cukup sehari. Sisi yang paling terkenal dan sering dikunjungi adalah dari Kota Parapat. Meskipun jarak tempuhnya dari Medan cukup jauh (sekitar 4 jam), tetapi sudah banyak penginapan atau tempat makan di kawasan ini. Hawa sejuk seolah menyambut kedatangan para wisatawan sesaat setelah memasuki Parapat. Di sisi jalan dekat danau banyak monyet-monyet yang bertengger seakan mengucapkan selamat datang. Sisi-sisi danau membentuk perbukitan yang banyak dihiasi pepohonan pinus yang diselimuti kabut. Andai tak terhalang hotel, mungkin pandangan kita bisa bebas lepas ke arah danau. Ah, sayangnya kedatangan saya saat itu di akhir Desember, sehingga cuaca selalu dihiasi mendung sepanjang hari.

[caption caption="Kapal motor pengangkut penumpang (Dok. Yani)"]

[/caption]

Dari Parapat, kita bisa menyeberang ke Pulau Samosir dengan menyewa kapal motor yang banyak tersedia di pinggir danau dan siap berangkat setiap 1 jam sekali. Pulau Samosir ini adalah pulau terbesar yang terletak di tengah-tengah Danau Toba dan merupakan satu kabupaten tersendiri. Ada beberapa spot yang bisa dikunjungi jika kita punya waktu yang terbatas di sana, antara lain batu gantung, Desa Tuk-Tuk dan Tomok. Pemandangan Danau Toba dari Parapat ini memang tidak terlalu bagus, bahkan terkesan padat dengan banyaknya bangunan di sisi danau.

Menjelang ashar, kapal penumpang yang membawa kami mulai bergerak. Spot pertama yang paling dekat dengan dermaga kapal adalah batu gantung. Objek ini berupa pahatan batu menggantung yang menyerupai sesosok manusia dalam posisi terbalik di tebing sebuah bukit. Batu gantung ini tampak seakan hendak lepas dari atas tebing. Karena bentuknya yang unik, menimbulkan sebuah cerita yang melegenda di masyarakat Danau Toba, tentang seorang gadis yang terjatuh dari tebing. Padahal saya yakin batuan ini terbentuk akibat proses alam. Kami hanya bisa menyaksikannya dari atas kapal karena letaknya sangat tinggi.

[caption caption="Batu gantung (dok. Yani)"]

[/caption]

Selanjutnya kapal kembali bergerak dan merapat di Desa Tuk-Tuk. Desa wisata ini sudah termasuk ke dalam wilayah Samosir, tepatnya di sebuah tanjung kecil yang menghadap ke danau, dan tentu viewnya indah sekali. Kami hanya sempat mampir sejenak untuk berfoto-foto. Selanjutnya kapal kembali bergerak ke menuju Desa Tomok. Dari kejauhan tampak air terjun yang tinggi mengalir di sela-sela perbukitan Pulau Samosir.

Kapal kembali merapat di Tomok. Tujuan kami kali ini melihat Patung Sigale-gale di kawasan kampung Batak. Suasana terlihat sangat padat dan riuh. Apalagi wisatawan lain selalu datang dan pergi silih berganti. Kami berjalan melewati lapak-lapak penjual souvenir, diiringi turunnya hujan. Hanya beberapa menit berjalan kaki, kami sudah tiba di perkampungan batak. Ada beberapa rumah adat dengan bentuk atapnya yang khas meruncing. Patung Sigale-gale terletak di depan salah satu rumah. Sayangnya saat itu sedang tidak ada pertunjukan jadi kami tidak bisa melihat patung itu menari-nari. Tak jauh dari rumah adat, ada makam raja-raja Sidabutar. Salah satunya terdiri dari peti batu berukir kepala manusia, letaknya di atas tanah berdampingan dengan patung gajah. Di dekatnya ada patung kepala manusia yang disusun melingkar, serta tempat duduk dan kursi dari batu. Kalau mau, di sana kita bisa menyewa guide yang bisa bercerita tentang sejarah makam itu. Selepas jam 5 sore, kami bersegera ke kapal untuk kembali ke penginapan di Parapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun