Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

[Edisi BWI] Berwisata ke Alas Purwo dan Pantai-pantainya

29 Januari 2014   10:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_308947" align="aligncenter" width="421" caption="Hutan jati yang meranggas"][/caption] Setelah hari sebelumnya sempat berkunjung ke Kawah Ijen (baca : di sini) dan TN Meru Betiri (baca : di sini), Alas Purwo merupakan tujuan di hari terakhir (28/12/13) trip kami di Banyuwangi. Menurut cerita orang, hutan di ujung timur Pulau Jawa ini sangat terkenal dengan keangkerannya. Termasuk sang sopir yang mengantar kami selama 3 hari ini, sepertinya obrolannya selalu menjurus ke arah mistis. Tapi kami tidak terlalu menggubrisnya dan mengalihkan pembicaraan ke topik lain, sebab itu bukanlah yang kami cari di sini. Tujuan kami ke sini adalah ke Plengkung alias G-Land yang terkenal dengan ombak besar di pantainya yang lokasinya berada di kawasan TN Alas Purwo. Dan ternyata di Alas Purwo itu memiliki bermacam-macam objek wisata. Meskipun belum semuanya bisa kami kunjungi dalam sehari, tetapi sudah cukup memberikan gambaran kekayaan wisata di kawasan ini. Ada hutan dengan segala jenis binatangnya yang masih liar, goa, tempat ibadah (pura bagi umat Hindu), dan tentu saja pantai-pantainya. Lengkap kan?!! Di luar cerita mengenai keangkerannya, berwisata ke hutan itu menyenangkan termasuk di Alas Purwo. Sebelum memasuki gerbang masuknya, kita banyak disuguhi pemandangan hutan jati di sepanjang sisi jalan. Suasana begitu sunyi dan sepi karena tidak banyak yang lewat di sini. Kondisi jalannya tidak terlalu bagus. Pura Luhur Giri Salaka dan Situs Kawitan Tempat pertama yang kami kunjungi di Alas Purwo adalah Pura Luhur Giri Salaka, merupakan tempat persembahyangan umat Hindu. Alas Purwo memang kental dengan suasana Bali dan Hindunya, maka tidak heran jika banyak dijumpai tempat-tempat dengan gapura mirip di Bali. Ada pula rumah adat Bali yang terletak di dekatnya. Selain itu, tak jauh dari pura ini, terdapat situs bagi umat Hindu juga yang bernama Situs Kawitan. Karena letaknya di tengah hutan, seperti layaknya pura pada umumnya, di sini juga banyak terdapat monyet. Tapi sebaiknya jangan memberi makan, karena pasti sekawanan monyet-monyet itu akan mengejar kita untuk meminta lagi. [caption id="attachment_308948" align="aligncenter" width="421" caption="Pura Luhur Giri Salaka"]

1390963921256200546
1390963921256200546
[/caption] [caption id="attachment_308949" align="aligncenter" width="414" caption="Monyet banyak terdapat di sini"]
1390964089162813876
1390964089162813876
[/caption] [caption id="attachment_308950" align="aligncenter" width="421" caption="Situs Kawitan"]
13909641711716779678
13909641711716779678
[/caption] [caption id="attachment_308951" align="aligncenter" width="421" caption="Hutan didekat situs kawitan"]
13909642192033486400
13909642192033486400
[/caption] Pantai Trianggulasi Pantai ini letaknya tidak jauh dari lokasi pura. Pantainya berpasir putih. Katanya merupakan tempat bertelurnya beberapa jenis penyu pada bulan April-November. Tempatnya asyik, masih sepi, serasa pantai milik pribadi saja. Tapi sayangnya saat kami berkunjung, di tepi pantainya sedang banyak sampah. Entah berasal dari mana tapi yang jelas sangat merusak keindahan pantai. [caption id="attachment_308952" align="aligncenter" width="421" caption="Pantai Trianggulasi"]
1390964276219597929
1390964276219597929
[/caption] Padang Penggembalaan Sadengan Alas Purwo merupakan habitat alami bagi banyak hewan yang hidup di hutan. Jangan heran jika kita tiba-tiba melihat rusa atau babi hutan tengah lewat di depan kita. Waktu itu, beberapa kali kami menjumpai, seekor rusa yang tengah melintas di tengah jalan. Kalau ingin melihat dengan lebih jelas hewan-hewan tersebut, pergilah ke padang penggembalaan Sadengan. Di sini ada menara pandang dimana kita bisa melihat aktivitas banteng, rusa dan hewan lainnya dengan leluasa. Kalau takut sama banteng, tenang saja, di sini ada pagar pembatasnya koq. Lebih bagus lagi kalau ada lensa binokuler atau tele supaya bisa mengamati lebih jelas. [caption id="attachment_308953" align="aligncenter" width="421" caption="Padang Penggembalaan Sadengan"]
1390964334435437210
1390964334435437210
[/caption] [caption id="attachment_308954" align="aligncenter" width="430" caption="Sekawanan banteng di padang penggembalaan"]
1390964379776682122
1390964379776682122
[/caption] Wisata Goa dan Pantai Pancur. Sebelum ke Plengkung, kami menyempatkan diri untuk berkunjung ke Goa yang memang banyak terdapat di sana. Tujuan kami adalah goa terdekat yaitu Goa Istana (2 km). Jalan menuju goa tidak terlalu susah, tetapi memang harus berjalan kaki agak jauh dan melewati hutan bambu. Sesampainya di Goa Istana, kami hanya bisa mengamati dari mulut goanya saja. Ternyata di tengah kegelapan goa, banyak orang di dalamnya dengan pakaian berwarna putih yang sedang bersemedi. Rupanya goa ini memang sering dipakai untuk ritual khusus. Tak jauh dari goa ini, ada papan penunjuk arah ke Goa Mayangkoro dan Goa Padepokan. Kami tidak melanjutkan berwisata ke goa  tersebut karena hari sudah terlalu siang. Akhirnya kami kembali untuk melanjutkan perjalanan ke Plengkung. [caption id="attachment_308956" align="aligncenter" width="421" caption="Menuju Goa Istana"]
13909644701082693426
13909644701082693426
[/caption] [caption id="attachment_308957" align="aligncenter" width="421" caption="Goa Istana"]
139096450999011984
139096450999011984
[/caption] [caption id="attachment_308958" align="aligncenter" width="280" caption="Jalan menuju Goa Mayangkoro dan Padepokan"]
1390964548897659501
1390964548897659501
[/caption] Sambil menunggu mobil khusus yang membawa kami ke Plengkung. Kami mampir sebentar ke Pantai Pancur yang letaknya masih di sekitar parkiran mobil. Disebut Pantai Pancur karena ada sungai kecil yang bermuara ke situ dan membentuk pancuran. Pantai ini juga berpasir putih, tetapi sayangnya banyak sampah di tepi pantainya. [caption id="attachment_308959" align="aligncenter" width="421" caption="Pantai Pancur"]
13909645981090712084
13909645981090712084
[/caption] [caption id="attachment_308960" align="aligncenter" width="421" caption="Pancuran kecil di tepi pantai"]
1390964650459894124
1390964650459894124
[/caption] Pantai Plengkung (G-Land) Setelah sempat menikmati makan siang, mobil khusus yang membawa kami ke Plengkung pun tiba. Jalan ke Plengkung masih 9 km lagi dengan kondisi jalan yang rusak, mungkin diperlukan waktu setengah jam untuk sampai ke sana. Sepanjang jalan kami banyak melewati sisi pantai dan sungai yang rata-rata ditumbuhi tanaman khas pantai seperti bakau. Beberapa kali kami menjumpai sekawanan rusa, bahkan kami sempat mengabadikan ekspresi narsisnya yang tidak takut ketika melihat manusia. Banyak juga sekawanan lutung yang kami jumpai tengah bergelantungan di atas pohon. Ada juga burung yang ukurannya cukup besar tengah bertengger di sebuah dahan pohon, entah burung apa namanya. Waktu itu tidak sempat saya potret. Sayangnya saat di sana kami sama sekali tidak menjumpai burung merak. Alas Purwo memang kaya akan faunanya, untung saja tidak sampai ketemu macan hehe.. [caption id="attachment_308967" align="aligncenter" width="421" caption="Mobil khusus ke G-Land"]
13909650342007434993
13909650342007434993
[/caption] [caption id="attachment_308968" align="aligncenter" width="421" caption="Salah satu pemandangan yang dilewati, sungai yang bermuara ke pantai"]
1390965071637353829
1390965071637353829
[/caption] [caption id="attachment_308961" align="aligncenter" width="421" caption="Sekawanan rusa narsis"]
1390964707594415537
1390964707594415537
[/caption] [caption id="attachment_308962" align="aligncenter" width="403" caption="Sekawanan lutung di atas pohon"]
13909647431186543420
13909647431186543420
[/caption] Setibanya di Plengkung, kami harus berjalan kaki lagi untuk sampai ke G-Land. Tetapi pemandangan di sana seperti apa yang dibayangkan atau digembar-gemborkan. Awalnya kami pikir ini bukan G-Land. Tapi setelah bertanya ke pengunjung yang ada di sana, di sini memang G-Land yang dimaksud. Pantainya biasa saja, tidak beda jauh dengan Pantai Trianggulasi dan Pantai Pancur. Sampah di tepi pantainya juga banyak. Ombaknya pun biasa saja, tidak ada istimewanya. Memang sih, di sini banyak dijumpai surf camp yang sepertinya sering digunakan untuk wisatawan asing. Sebenarnya agak sedikit kecewa tetapi kami masih menyusuri tepi pantainya dan berfoto-foto. [caption id="attachment_308963" align="aligncenter" width="421" caption="Plengkung"]
13909648011817420795
13909648011817420795
[/caption] [caption id="attachment_308964" align="aligncenter" width="421" caption="Pantai Plengkung"]
1390964842970010406
1390964842970010406
[/caption] [caption id="attachment_308965" align="aligncenter" width="421" caption="G-Land Joyo"]
13909649042083724958
13909649042083724958
[/caption] Sesaat sebelum kembali ke mobil, kami sempatkan untuk bertanya, daripada penasaran. Ternyata menurut keterangan petugas, ombak G-land yang dikenal besar hingga ke mancanegara memang tidak bisa dijumpai setiap saat, hanya pada di bulan April sampai Oktober saja (terutama bulan Agustus). Jadi rupanya kami datang pada bulan yang salah. Pantas saja ombaknya kecil dan sama sekali tidak terlihat aktivitas surfing di sana. Kalau ombaknya sedang besar, katanya bisa mencapai tinggi 12 meter, dan inilah yang dicari oleh para surfer. Biasanya saat bulan-bulan tersebut pantainya juga sedang bersih, mungkin sampah-sampahnya terbawa ombak ke tempat lain. Jadi, agaknya suatu saat harus balik lagi ke tempat ini pada bulan yang tepat, supaya bisa melihat ombak yang tinggi dan para surfer dari seluruh dunia sedang beraksi di atas papan selancarnya. Salam jalan-jalan Bogor, 29 Januari 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun