[caption id="attachment_224589" align="aligncenter" width="610" caption="Bromo yang berkabut"][/caption] "Yeah!! akhirnya sampai juga di Bromo” Itulah kalimat pertama yang terucap dalam benakku ketika sampai di kawasan wisata yang paling populer di Jawa Timur ini. Udara dingin dan kabut tebal menyambut kedatanganku beserta teman-teman sesaat setelah keluar dari dalam mobil. Sesekali gerimis turun membasahi tanah di Desa Cemorolawang yang memang sudah basah di sore itu. Bromo, sudah terlalu sering dikunjungi dan dibicarakan. Namun keinginan saya untuk berwisata ke tempat ini baru kesampaian seminggu yang lalu. Kedatangan pada waktu yang tidak terlalu tepat, karena saat musim penghujan seperti ini Bromo hampir selalu diselimuti kabut. Bayangan kemungkinan akan hujan esok harinya sempat terbersit. Kalau sudah begini bakal ribet deh, gak bakalan dapat sunrise deh. Padahal, sunrise adalah momen yang paling diincar oleh wisatawan saat berkunjung ke Bromo. Orang-orang pasti akan selalu bertanya ‘Gimana, dapat sunrise tidak?” Tapi ada untungnya juga kedatangan saya di bulan Desember ini, karena suhu di Bromo tidak sedingin di musim kemarau. Hawa dingin masih bisa saya tolerir, kurang lebih sama dinginnya dengan di Gunung Salak atau Cibodas. Meskipun begitu saya tetap memakai topi penutup kepala dan syal, karena di hidung terasa dingin dan agak sakit. Dan tidak ketinggalan pula jaket plus baju rangkap, dan sarung tangan untuk menghalau udara dingin, yang mungkin di bawah 10 derajat Celcius. Hari masih gelap gulita. Jam menunjukkan pukul 3.30 dini hari. Kami mulai bersiap-siap menuju tempat melihat sunrise. Bukan di Penanjakan 1 atau Penanjakan 2, tetapi tidak jauh dari gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (lupa namanya), karena kami tidak kebagian jeep. Inilah susahnya kalau berlibur di saat long weekend, kalau telat booking jadi tidak kebagian kendaraan. Udara begitu dingin di luar. Tetapi suasana sudah ramai, rombongan motor dan mobil jeep bersliweran membelah jalan yang gelap gulita. Pasti semuanya memiliki tujuan yang sama “melihat sunrise”. Bau bahan bakar kendaraan begitu menyengat di tengah tubuh yang menggigil kedinginan. Kabut yang berpendar tertimpa lampu kendaraan menimbulkan pemandangan yang indah dan eksotis. Sayang saya tidak bisa mengabadikan sesuai aslinya, foto saya blur semua. [caption id="attachment_224590" align="aligncenter" width="602" caption="Jeep-jeep mulai bersliweran"]
[/caption] Jalan yang kami lalui ke tempat melihat sunrise begitu sepi dan gelap. Pasti rombongan mobil jeep tadi rata-rata menuju Pananjakan 1 dan 2. Kami melewati jalan dengan hati-hati karena takut salah jalan. Sesekali motor lewat menerangi jalan yang kami lewati. Kami pikir di tempat yang dituju ini tidak ada orang. Tapi ternyata dugaanku salah, di sini juga ramai sekali, pasti mereka ini yang tidak kebagian jeep. Di tempat ini juga saya lihat banyak yang mendirikan tenda untuk camping. Waktu semakin beranjak pagi, langit mulai menampakkan warna jingga kemerahan di ufuk timur. Saya dan teman-teman berharap langit akan cerah dan bertemu dengan sunrise. Tapi kabut terlalu tebal, hingga puncak-puncak gunung yang terlihat di seberang nampak seperti negeri di awan. Kabut yang menutupi nampak seperti lautan salju, padahal sebenarnya itu adalah jurang-jurang. Mentari pagi hanya mengintip sebentar di balik gunung, langit perlahan-lahan memucat. Lalu kabut tebal kembali meyelimuti, bahkan gunung sempat menghilang sesaat. Setelah itu muncul kembali dengan tetap berselimutkan kabut. Masih dingin dan lembap, lensa kamera saya sampai berembun dibuatnya. Meskipun begitu, pemandangan tetap memikat dan wisatawan semakin ramai berdatangan. Justru saat seperti ini membawa keelokan tersendiri, suasana jadi terlihat mistis, magis dan misterius. [caption id="attachment_224591" align="aligncenter" width="614" caption="
Sunrise yang malu-malu"]
[/caption] [caption id="attachment_224592" align="aligncenter" width="602" caption="Langit mulai berwarna"]
[/caption] [caption id="attachment_224593" align="aligncenter" width="602" caption="Pudar"]
[/caption] [caption id="attachment_224594" align="aligncenter" width="602" caption="Pagi yang mistis di
bromo"]
[/caption] Kami tidak berlama-lama di sini karena banyak tempat lain yang harus dikunjungi. Dengan menumpang ojek, saya dan teman-teman berpindah tempat menuju padang pasir di dekat gunung batok dan gunung Bromo. Udara dingin begitu menusuk tulang. Hidung sampai keluar air dan dari mulut keluar asap saking dinginnya, jadi seperti di negeri 4 musim. Kayaknya lebih enak naik ojek ketimbang naik jeep, karena kita bisa bebas melihat pemandangan indah sepanjang perjalanan. Sesampainya di sana, suasana sudah ramai sekali. Deretan jeep-jeep terlihat berjajar di kejauhan. Rombongan ojek juga terlihat parkir di lapangan. Kabut tipis menyelimuti gunung batok, kadang menebal tetapi tiba-tiba menghilang. Cahaya matahari mulai tampak menghiasi langit yang pucat. Rombongan kuda-kuda yang dinaiki wisatawan mulai berdatangan, mereka semua berjalan menuju kawah bromo. Wisatawan yang datang tidak hanya lokal tetapi juga dari mancanegara. [caption id="attachment_224595" align="aligncenter" width="614" caption="Para tukang ojek"]
[/caption] [caption id="attachment_224596" align="aligncenter" width="602" caption="Rombongan berkuda"]
[/caption] [caption id="attachment_224597" align="aligncenter" width="602" caption="Gunung Batok berkabut"]
[/caption] [caption id="attachment_224598" align="aligncenter" width="602" caption="Wisatawan mancanegara"]
[/caption] Pemandangan di sini begitu memukau, sulit sekali untuk melukiskan keindahanNya ini dengan kata-kata. Kamera saya pun hanya bisa merekam sedikit keindahannya saja, yang aslinya jauh lebih indah. Kombinasi pagi hari, gunung, padang pasir, kabut, cahaya matahari, menampilkan lukisan alam yang maha dahsyat. Yang mengagumkan adalah gundukan-gundukan pasir yang membentuk pola-pola meruncing karena proses alam, indah sekali. Di sana juga ada pura berselimutkan kabut yang bisa dilihat dari puncak Bromo. [caption id="attachment_224599" align="aligncenter" width="612" caption="Kabut mulai menyelimuti"]
[/caption] [caption id="attachment_224600" align="aligncenter" width="602" caption="Pura dari kejauhan"]
[/caption] [caption id="attachment_224601" align="aligncenter" width="602" caption="Kepulan aasap dari kawah Bromo"]
[/caption] [caption id="attachment_224602" align="aligncenter" width="602" caption="Gundukan pasir"]
[/caption] Kawah Bromo nampak gagah tetapi mengerikan. Asap putih mengepul dari kawahnya. Bau belerang agak menusuk hidung. Orang-orang berdatangan dan berkerumun di pinggir kawah untuk berfoto-foto. Mereka semua yang datang ke Bromo tidak ada yang tidak narsis hehe. Sayangnya karena musim liburan, pengunjung begitu padat. Agak susah mendapatkan spot-spot untuk berfoto yang bersih dari pengunjung lain. [caption id="attachment_224603" align="aligncenter" width="602" caption="Pengunjung menyemut"]
[/caption] [caption id="attachment_224604" align="aligncenter" width="614" caption="Ramai-ramai menuju kawah Bromo"]
[/caption] Matahari mulai meninggi. Udara mulai terasa agak panas. Rombongan kami berpindah tempat menuju padang savanna dan bukit teletubbies. Saya sangat menikmati perjalanan ke sana dengan menaiki ojek. Tampak di kanan dan kiri bukit-bukit berwarna hijau kekuningan, menakjubkan. Rata-rata tumbuhan yang dapat hidup di tempat itu adalah pinus, paku-pakuan dan rumput-rumputan. Semuanya membentuk kombinasi warna dan bentuk yang menarik dari kejauhan dilihat dari kejauhan. Bukit teletubbies ini cantik sekali. Sayang sekali hanya sebentar di sini, padahal ditawari ke Ranu Pani juga oleh tukang ojek, tapi waktunya mepet jadi kami menolak tawaran itu. [caption id="attachment_224605" align="aligncenter" width="614" caption="Bukit teletubbies"]
[/caption] [caption id="attachment_224606" align="aligncenter" width="602" caption="Padang savana"]
[/caption] Sebelum mengakhiri kunjungan singkat ini ke Bromo, kami menyempatkan mampir di padang Pasir Berbisik. Jadi ingat filmnya Dian Sastro “Pasir Berbisik” yang mengambil lokasi syuting di tempat ini. Kata teman saya, kalau musim kemarau pasir ini memang bisa berbisik seperti suara seruling, jika suasana sepi. Sayang sekali kedatangan kami di musim penghujan, jadi pasirnya tidak bisa berbisik karena basah. [caption id="attachment_224607" align="aligncenter" width="602" caption="Padang pasir berbisik"]
[/caption] Kunjungan singkat satu hari di Bromo rasanya tidak cukup untuk menikmati keindahan kawasan ini. Masih banyak tempat yang harus dijelajahi lagi. Kata orang Bromo memang tidak ada matinya. Dan memang benar, tanpa sunrise dan berkabutpun Bromo tetap menawan dan memikat. Orang-orang tetap berduyun-duyun ke datang ke Bromo. Mungkin suatu saat saya juga akan berkunjung lagi ke sini.
Salam jalan-jalan Bogor, 30 Desember 2012Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya