Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berobat ke Klinik Pengobatan Tradisional Radiesthesia

2 Januari 2011   10:14 Diperbarui: 4 April 2017   18:22 25390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_81308" align="aligncenter" width="300" caption="Bagian depan klinik, banyak pedagang yang memanfaatkan untuk berjualan (Dokumen pribadi Aryani)"][/caption] Awal bulan November lalu, ketika sedang perjalanan ke Surabaya, badan saya terasa demam, tanda-tanda bakal terkena flu nih. Benar saja, tak berapa lama kemudian saya terserang flu, berlanjut dengan batuk. Saya termasuk orang yang malas pergi ke dokter dan minum obat, jadi biasanya kalau terasa hampir flu seperti ini paling-paling saya hanya minum Redoxon saja, minum susu dan makan yang lebih bergizi. Tapi kemarin entah kenapa, mungkin karena sedang dalam perjalanan, minum susu juga tidak, makan juga tidak terlalu teratur sehingga pilek tidak kunjung sembuh. Bagaimana tubuh bisa melawan infeksi kuman kalau tidak diberi nutrisi untuk melawannya. Seminggu setelah pulang dari Surabaya, pilek yang saya derita agak mereda, tapi batuk saya makin menjadi-jadi. Apalagi pada saat itu saya harus pergi ke Brebes selama 3 hari, wah makin parahlah penyakit saya ditambah kecapekan selama perjalanan. Pilek yang saya deritapun semakin bertambah pula selain batuk, ditambah demam. Sampai saat itu saya tetap masih belum berinisiatif untuk pergi ke dokter, alasannya kalau ke dokter paling-paling diberi obat antibiotik, padahal saya alergi antibiotik untuk golongan pinicillin (termasuk amoxan) dan sulfa. Jadi, pertahanan tubuh hanya saya peroleh dari konsumsi makanan, dan susu serta jeruk (untuk sumber vitamin C). Beberapa hari berselang, keadaan tubuh saya agak membaik, sudah tidak demam lagi. Tapi suara saya tetap saja seperti orang terkena flu (bindeng), dan batuk juga tidak berkurang. Saya tetap masuk kantor seperti biasa tapi tentu saja tidak bisa konsentrasi karena badan tidak fit. Sampai akhirnya sudah memasuki 3 minggu lebih, badan saya kembali demam, flu dan batuknya bertambah parah. Dan yang membuat saya khawatir, di bagian kiri leher saya agak ke belakang menjadi bengkak, menelanpun rasanya sakit sekali waktu itu. Akhirnya saya putuskan untuk pergi ke dokter umum di dekat rumah. Di sana, ya biasalah...seperti pada umumnya dokter tanya keluhannya apa, saya jawab saja apa adanya, saya juga bilang kalau alergi terhadap antibiotik. Dokter itu bilang kalau batuk pilek saya ini sudah terlalu lama tidak diobati sehingga infeksi. Akhirnya dokter tersebut memberikan obat batuk dan pilek serta antibiotik kelompok chlorofoxacin untuk menghilangkan demam. Untungnya saya tidak alergi terhadap antibiotik tersebut, demam dan pilek saya mereda. Tapi setelah obatnya habis, badan saya kembali panas dan batuk saya bertambah parah. Saya balik lagi ke dokter umum tersebut. Di sana saya diberi obat  untuk batuk dan flu, serta antibiotik ciprofloxacin. Beliau juga menyarankan supaya saya rotngen thorax, untuk memastikan apakah ada sesuatu di paru-paru saya. Saya ikuti saran dokter tersebut, saya pergi ke rumah sakit untuk rontgen. Setelah beberapa hari, hasil rontgen sudah bisa diambil, di situ ditulis bahwa tidak ada kelainan di paru-paru saya. Saya sudah menduga hasilnya seperti itu karena selama ini saya tidak merasa sakit di bagian dada. Justru saya menduga pasti masalahnya ada di saluran pernafasan, tapi apa ya, saya hanya menduga-duga sambil membaca-baca buku dan browsing di internet. Saya cocokkan dengan gejala dan keluhan yang saya alami. Batuk, pilek tidak kunjung sembuh dalam 1 bulan lebih, ditambah bengkak di leher sebelah kiri agak ke belakang. Rasanya tambah khawatir saja, dan memang sepertinya saya harus ke dokter THT. Nah inilah masalahnya, bingung deh kalau memilih dokter, apalagi dokter spesialis. Dokter THT sih banyak, apalagi yang biayanya mahal hehe. Tapi kalau yang kualitas pelayanannya bagus dan recommened, susah sekali. Beberapa teman saya ada yang menyarankan untuk mencoba ke dokter yang pengobatannya secara alami alias menggunakan herbal. Meskipun bukan dokter spesialis, tapi menurut info dari teman-teman yang sudah pernah ke sana, hasilnya memuaskan meskipun agak lama penyembuhannya. Pengobatan herbal seperti ini memang yang lebih saya sukai dibanding obat-obatan secara kimia yang memiliki banyak efek samping. Setelah mendapatkan alamat dan info mengenai dokter itu, saya ditemani adik pergi ke klinik tersebut. Kebetulan hari sabtu dokter tersebut buka praktek. Pasiennya?!! Jangan ditanya deh, banyak buanget, rata-rata dari luar kota, bahkan ada yang dari Medan. Setelah menunggu setengah hari lebih, akhirnya tiba giliranku masuk untuk berkonsultasi dengan dokter tersebut. Namanya dr. Isabella, hanya dokter umum, bukan spesialis. Beliau keturunan Tionghoa, orangnya ramah, cantik pula. Pantesan pasien pada betah berlama-lama, tidak pelit untuk memberikan penjelasan, pokoknya konsultasi sepuasnya deh. Itu yang membuat saya cocok dengan dokter ini, tidak seperti layaknya dokter yang mengejar setoran, asal kasih obat, terus bayar mahal. Dan yang paling penting tidak memvonis penyakit kita, tapi melihat berbagai macam kemungkinan yang menjadi penyebabnya. Rasanya gak rugi deh lama-lama menunggu, karena pelayanannya juga oke. Menurut beliau saya terkena sinusitis (peradangan di rongga sinus) dan bronkhitis (radang di bagian saluran pernafasan  utama paru-paru/bronkus). Kalau kita searching di google, banyak koq sumber yang bisa menjelaskan tentang kedua penyakit ini, teman-teman bisa mencari sendiri penjelasan secara detilnya. Saya hanya memberikan gambaran umum saja. Sinusitis terjadi karena peradangan pada rongga-rongga udara di sekitar hidung yang diikuti oleh infeksi saluran pernafasan. Infeksi pada rongga sinus tersebut mengakibatkan membentuknya lendir sehingga tersumbatnya saluran udara melalui hidung. Penumpukkan lendir merupakan tempat berkembang biaknya bakteri. Sinusitis biasanya terjadi di sekitar area atas mata, tulang pipi dan rongga hidung. Gejala sinusitis biasanya sakit kepala, sakit dalam telinga, hilang indra penciuman, sakit pada tulang pipi, kadang-kadang disertai demam. (Sumber :  http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9033) Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir. Bronkhitis dibedakan menjadi 2 jenis: akut dan kronis. (Sumber : http://forum.detik.com/jika-anda-pengidap-bronkhitis-t81086.html?p=6854556) Penjelasan dokter itu seperti apa yang saya duga sebelumnya. Pantas saja saya sering merasa pusing-pusing di bagian depan wajah dan hidung agak mampet meskipun tidak pilek. Sebenarnya sudah lama saya rasakan tapi dibiarkan saja. Demikian pula dengan batuk yang saya alami, karena tidak merasa terganggu ya saya biarkan saja, ternyata malah jadi bronkhitis. Kata dokter kalau dibiarkan lebih lama lagi mungkin akan menyerang paru-paru. Mengenai bengkak di leher kiri saya, kemungkinan itu adalah pembengkakan dari kelenjar getah bening karena batuk dan pilek yang terlalu lama sehingga terjadi infeksi, makanya saya disuruh untuk mengurangi konsumsi MSG. Menurut dr.Isabella, kalau di dokter THT mungkin saya sudah disuruh tes biopsi dan diberi obat yang berat-berat, hiiii syerem, ini hal yang paling saya takutkan kalau pergi ke dokter. Banyak pantangan makanan yang diberikan dokter buat saya, gak boleh minum es, gak boleh makan gorengan termasuk kripik, pokoknya yang bisa merangsang alergi di saluran pernapasan, gak boleh makan makanan yang bikin panas dalem seperti nangka, durian, nanas, melon, semangka, jeruk impor. Ternyata banyak yang gak boleh dimakan, padahal enak dan sebenarnya pingin banget makannya hehehe. Saya juga disarankan setiap hari untuk menguapi hidung dengan uap air panas yang sudah diberi minyak kayu putih atau viks, supaya jalannya pernapasan lancar. Obat yang diberikan dokter itu berupa jamu, harus direbus dulu, memang ribet sih dan pahit, tapi demi kesembuhan ya bagaimana lagi. Ada juga berupa kapsul yang harus ditelan. Waktu pertama kali periksa, dr. Isabella tidak mau memberikan obat yang berat-berat dulu, jadi obat yang beliau berikan hanya untuk 10 hari. Setelah itu saya kembali berobat ke sana, dan diberi obat selama 14 hari. Meskipun sudah agak membaik, tapi beliau menyarankan saya untuk tes darah dan dahak. Ini untuk memastikan penyakit dan melengkapi pemeriksaan yang sudah ada, tapi sampai saat ini belum sempat saya lakukan. Alhamdulillah sekarang batuk dan pilek sudah agak mendingan, meskipun kadang-kadang badan masih terasa hangat dan bengkak di leher kiri belum sembuh seperti sedia kala. Sepertinya pengobatan harus agak lama supaya bener-benar sembuh. Makanya hati-hati bagi teman-teman yang terkena batuk/pilek lebih dari seminggu, segeralah periksa ke dokter, takutnya terkena sinus/bronkhitis seperti saya, atau malah penyakit yang lebih berat lagi, kan syerem ya. **************** [caption id="attachment_81303" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana di depan ruang praktek dokter (Dokumen pribadi Aryani)"]

12939629101320314612
12939629101320314612
[/caption] Pernah dengar tidak pengobatan tradisional Radiesthesia? Ini adalah klinik tempat saya berobat yang saya ceritakan di atas. Sebenarnya pusatnya di Purworejo, Kedu, milik almarhum Romo Handoyo Lukman (Loongman). Katanya karena di sana pasiennya banyak yang berasal dari daerah Jawa Barat, maka dibukalah cabang di daerah Tajur, Bogor. Sekedar informasi, jika teman-teman ada yang ingin berobat ke sana, alamat lengkapnya: Klinik Pengobatan Tradisional Radiesthesia Perwakilan : M.M. Liliana Indrajaya Jl. Sukajaya II/25, Tajur, Bogor Telp (0251) 8321954-8312482 Jl. Sukajaya VI/50, Tajur, Bogor, Telp. (0251) 83605590 Mungkin banyak yang tidak tahu klinik ini, karena biasanya infonya dari mulut ke mulut. Tapi menurut info yang saya dapat dari orang-orang yang berobat di sana, hasilnya memuaskan, selain itu dokternya juga baik-baik. Katanya banyak penyakit yang berat-berat bisa sembuh di sana (asal belum terlambat), jika ada penyakit yang belum sembuh di dokter lain silahkan mencoba datang ke sini, namanya juga ikhtiar. Tapi memang harus sabar, karena pengobatan dengan herbal biasanya lebih lama dibanding konsumsi obat-obatan kimia. Di klinik ini ada kurang lebih 10 dokter yang berpraktek. Tapi yang utama adalah dr. Liliana Indrajaya sebagai pendirinya di cabang Bogor. Anaknya (dr. Isabella) dan menantunya (dr. Edwin Gunawan-spesialis kandungan) juga berpraktek di sana, dokter yang lain mungkin teman-temannya. Semuanya sama menggunakan obat-obat herbal dari jamu-jamuan, kebanyakan sih ramuan dari China. Di sana ada ruang tempat meracik obat jadi tidak perlu membeli di luar. Ohya dari pengamatan yang saya lihat sewaktu menunggu giliran berobat, para dokter itu umumnya mendeteksi penyakit dengan menggunakan kumparan elektromagnetik, bentuknya seperti pulpen saja. Jadi sembari menanyakan keluhan yang kita rasakan, dokter itu menggerak-gerakkan pulpennya di atas gambar tubuh manusia, dari situ dia bisa menentukan penyakit kita dan obat yang akan kita konsumsi. Mungkin teman-teman yang berprofesi sebagai dokter ada yang bisa menjelaskan bagaimana mekanisme kerjanya, koq dari situ bisa ketahuan penyakitnya ya? Tambahan lagi, kalau berobat ke sana harus sabar ya, karena pasiennya banyak, terutama hari sabtu. Jadi kalau mau harus meluangkan waktu 1 hari untuk berobat ke sana. Kalau hari sabtu sistemnya dikocok, jadi untuk yang ingin datang langsung, pendaftaran dari jam 6-7 pagi, nomor antrian tergantung nasib deh. Atau bisa juga via telpon, hubungi saja 3 hari sebelumnya, biasanya pasien via telepon diurutkan setelah pasien kocokan. Jika bisa ke sana pada hari kerja, itu lebih baik karena pasien lebih sedikit, asal jangan lupa telepon dulu. Jika pasien benar-benar tidak bisa pergi kemana-mana, berobat bisa juga diwakilkan ke orang lain, asal membawa foto si pasien dan dijelaskan keluhan-keluhannya. Sekian dulu ya, capek nih nulisnya kepanjangan, semoga gak capek ya bacanya. Maaf fotonya gak jelas dan gelap, soalnya motretnya cuma pakai kamera HP :-). Kalau ada yang tidak jelas bisa ditanyakan saja, atau langsung datang ke kliniknya bagi yang ingin berobat. [caption id="attachment_81306" align="alignright" width="300" caption="Klinik tampak dari depan (Dokumen pribadi Aryani)"]
12939633201207857787
12939633201207857787
[/caption] Semoga bermanfaat. Bogor, 2 Januari 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun