Tulisan sebelumnya : [Edisi Sukabumi] Ke Goa ‘Siluman’ Buniayu
Sesaat setelah keluar dari Goa Wisata Buniayu, kami beristirahat sebentar untuk sholat dan makan siang. Rencana ke Salabintana terpaksa harus dibatalkan karena ada objek yang lebih menarik yaitu curug. Kata si pemandu, goa untuk minat khusus yang panjangnya 2,5 km akan berakhir di sebuah curug yang letaknya tidak jauh dari komplek goa. Meskipun hujan sempat turun deras, kami tetap berangkat juga dengan mengajak si pemandu untuk mengantarkan ke lokasi.
[caption id="attachment_314631" align="alignnone" width="602" caption="Wanawisata Curug Bibijilan (Dok. Yani)"][/caption]
[caption id="attachment_314632" align="alignnone" width="400" caption="Pohon pinus yang berjajar rapi"]
Lokasi curug terletak agak jauh dari jalan raya, tetapi di sekitarnya banyak perkampungan penduduk. Pemandangan hutan pinus khas pegunungan berjejer rapi setibanya di pintu masuk wanawisata. Ada papan nama bertuliskan Curug Bibijilan, nama yang baru saya dengar pertama kali di sini. Nama yang kedengaran aneh bagi saya, dalam bahasa sunda sendiri artinya bermunculan. Maksudnya mungkin air terjun yang bermunculan dari perut bumi. Curug ini masih satu komplek dengan Goa Buniayu dan berasal dari sungai/aliran air yang berada di dalam goa tersebut.
Menurut keterangan pemandu, Goa Buniayu sendiri terdiri dari banyak goa dan di dalam perut bumi mencapai areal yang sangat luas dengan kedalaman bermeter-meter. Di dalam goa ada danau yang luas dan aliran sungai yang akan muncul ke permukaan tanah sebagai Curug Bibijilan. Menurut saya jarak antara goa dan curug lumayan jauh. Gak nyangka ya di area yang seluas itu, ternyata di perut buminya terdapat goa-goa yang bisa dimasuki dan ditelusuri. Karena adanya aliran air di dalamnya maka goa tersebut menjadi tidak beracun. Dan karena adanya goa di bawah tanahnya itu, maka penduduk di daerah tersebut tidak bisa membuat sumur.
[caption id="attachment_314633" align="alignnone" width="400" caption="Melewati jalan setapak yang becek"]
[caption id="attachment_314634" align="alignnone" width="602" caption="Menuruni bebatuan yang licin"]
[caption id="attachment_314636" align="alignnone" width="602" caption="Pemandangan curug dari atas"]
Untuk menuju Curug Bibijilan, kita harus melewati jalan setapak di antara hutan pinus. Hanya berjalan kaki beberapa meter, curug sudah bisa dilihat dari atas. Harus berhati-hati karena jalannya agak becek dan licin akibat hujan. Curug ini mengalir di atas bebatuan yang bertingkat-tingkat. Cukup deras, apalagi di musim penghujan. Pada bagian atas berbentuk seperti kolam-kolam kecil dan sepertinya sedikit dibentuk. Warnanya agak sidikit hijau. Di sekitarnya banyak terdapat pipa yang sengaja dipasang untuk menyedot airnya untuk dialirkan ke penduduk. Sepertinya air bermunculan di beberapa titik sehingga membentuk curug. Biasanya penduduk memanfaatkannya untuk mandi dan mencuci. Air ini tidak dipakai untuk sumber air minum karena kurang layak konsumsi.
[caption id="attachment_314639" align="alignnone" width="602" caption="Aliran air membentuk kolam-kolam kecil"]