Sektor pariwisata kini agaknya semakin naik daun. Apalagi dengan meningkatnya penggunaan internet dan promosi di media sosial. Berbagai blog berisi tulisan dan foto-foto tempat wisata seolah menjadi magnet penarik minat pengunjung. Semua informasi destinasi wisata dapat diakses dengan mudah dan cepat. Paket tour dan travel pun menjamur dimana-mana mulai dari kelas backpacker ngirit sampai kelas borju. Pengunjung tempat wisatapun meningkat drastis dibanding 5 tahun lalu. Tentu saja hal ini bukan tidak ada efeknya. Salah satu efek positifnya antara lain bisa dilihat dari peningkatan perekonomian dan pembangunan infrastruktur di kawasan wisata. Indonesia juga semakin dikenal di mancanegara. Tapi minat masyarakat yang besar untuk travelling banyak yang tidak dibarengi dengan kepedulian terhadap lingkungan, terutama untuk wisata alam. Umumnya mereka cuma sebatas penikmat alam, bahkan perusak alam. Mereka hanya bisa mengeksploitasi tanpa mau memelihara dan menjaga lingkungan. Inilah yang memprihatinkan.
[caption id="attachment_360982" align="aligncenter" width="418" caption="Kapal nelayan di Pantai Sendang Biru dan Selat Sempu, November 2008 (Dok. Yani)"][/caption]
[caption id="attachment_360983" align="aligncenter" width="427" caption="Selat Sempu, November 2008 (Dok. Yani)"]
[caption id="attachment_360984" align="aligncenter" width="451" caption="Suasana di Pantai Sendang Biru, November 2008 (Dok. Yani)"]
Pulau Sempu adalah salah satu contohnya. Kala itu di akhir November 2008, mungkin tidak banyak orang yang tahu tentang pulau itu. Jalan menuju Pantai Sendang Biru juga sedang dibangun. Waktu itu di tengah hujan rintik-rintik, saya bersama teman sengaja mengikuti petunjuk arah menuju Pantai Sendang Biru. Saya sendiri baru tahu nama pantai itu. Tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Sesampainya di Pantai Sendang Biru, cuaca mendung. Saya tidak tahu persis pantai ini untuk tempat wisata atau apa. Yang jelas banyak kapal-kapal nelayan. Bau amis ikan terasa menyengat. Kudengar mereka berbicara tidak dengan bahasa Jawa, tapi seperti bahasa Madura atau Bugis. Rupanya banyak nelayan dari berbagai suku yang singgah di sana.
Pantai Sendang Biru berombak tenang, karena tidak berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Tak jauh dari kapal-kapal nelayan bersandar, di hadapan mata terlihat sebuah pulau yang masih kelihatan hijau dengan vegetasinya yang lebat. Saya hanya bisa menikmati dari kejauhan. Waktu itu saya tidak tahu kalau pulau itu merupakan cagar alam. Beberapa tahun kemudian baru saya tahu kalau itulah yang disebut Pulau Sempu.
*****
Akhir Maret lalu, saya berkesempatan lagi ke Pantai Sendang Biru. Tentu saja tujuannya memang ingin ke Pulau Sempu meski hanya beberapa jam. Berbeda dengan 5 tahun sebelumnya, akses jalan ke Pulau Sempu memang sudah bagus dan lebih ramai. Setibanya di Pantai Sendang biru, di sana juga sudah banyak mobil dan motor yang parkir. Para pengunjung pun tampak ramai di sekitar pantai. Setelah mengurus perizinan masuk, kami langsung menyeberangi Selat Sempu. Untuk memasuki Pulau Sempu wajib didampingi petugas sebagai guide. Hanya perlu sekitar 10 menit saya dan teman-teman sudah sampai di Teluk Semut, pintu gerbang masuk sebelum trekking menembut hutan di Pulau Sempu. Tujuannya adalah Laguna Segara Anak.
[caption id="attachment_360987" align="aligncenter" width="455" caption="Kapal-kapal nelayan di Pantai Sendang Biru, Maret 2014 (Dok. Yani)"]
[caption id="attachment_360988" align="aligncenter" width="482" caption="Menyebrangi Selat Sempu (Dok. Yani)"]
[caption id="attachment_360990" align="aligncenter" width="482" caption="Teluk semut (Dok. Yani)"]