"...Isra' Mi'raj bukan hanya kisah Nabi Muhammad SAW semata, melainkan cermin dari perjalanan setiap manusia yang haus akan pencerahan"
Saya sering kali merasa hidup adalah perjalanan panjang penuh pencarian. Terkadang, kita tersesat di persimpangan, kehilangan arah, atau terjebak dalam hiruk-pikuk dunia yang tampak semakin membingungkan. Ada satu malam, kira-kira waktu itu lewat tengah malam lebih 47 menit ketika saya melihat jam tangan digital bermerek Skmei, di kursi balkon depan rumah saya duduk terdiam memandangi gemintang malam yang saat itu tampak indah dan cerah dari malam² sebelumnya nya yang terlihat kelabu karena awan hujan tanpa henti mengahmpiri langit malam saat itu , merenungi semua perjalanan hidup pemuda yang berumur 27 tahun kurang 1 bulan ini. Malam itu banyak hal dalam fikiran saya, ruwet dan bak benang kusut yang harus saya pintal satu persatu---tentang tujuan, harapan, dan kegelisahan yang terus menghantui, semuanya beraktivitas nyaman di otak saya. Kemudian, saya di ingatkan oleh Alarm hari besar Islam di aplikasi kalender Hijriyah Handphone samsung A14 saya bahwa hari itu adalah tanggal 27 Rajab yang artinya malam itu juga adalah malam Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW, peristiwa besar yang menjadi bagian penting dalam perjalanan spiritual umat Islam. Saat itulah saya merenunginya. Sejujurnya, diwaktu kecil saya hanya memahami Isra' Mi'raj sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu naik ke Sidratul Muntaha. Sebuah kisah besar yang disampaikan sejak kecil, namun baru belakangan ini saya menyadari maknanya jauh lebih dalam---lebih relevan bagi kita, manusia modern yang haus makna dan tujuan.
Saya ingin cerita, Peringatan Isra' Mi'raj tahun ini terasa berbeda dengan perayaan yang saya kenal ketika masih kecil. Dulu, suasana peringatan itu penuh dengan kegembiraan, dan kami, anak-anak, ikut merasakan semaraknya. Sebelum malam tiba, ibu akan memasak hidangan istimewa _yang akan dibawa ke masjid untuk dinikmati bersama nantinya, sambil membicarakan pentingnya peristiwa tersebut. Di kampung saya, anak-anak akan dihimpun di masjid untuk mengikuti ceramah singkat tentang Isra' Mi'raj, diiringi dengan shalawatan dan pembacaan doa bersama. Selalu ada kebersamaan yang terasa sangat erat.
Namun, kali ini, di Kota tempat saya berpijak ini, saya merasa peringatan ini lebih terasa seperti rutinitas yang berlalu begitu saja, sampai-sampai saya tidak menyadari bahwa momentum besar ini telah menghampiri. Tak ada lagi kehangatan yang dulu menyelimuti setiap langkah kami menuju masjid, tak banyak anak-anak yang hadir, dan saya rasa suasana di kampung pun lebih hening. Waktu saya masih kecil, peringatan Isra' Mi'raj tak hanya dirayakan dengan ritual, tetapi juga dengan kesadaran untuk lebih mendalami makna spiritualnya. Saya ingat betapa orang-orang dewasa dengan penuh antusias menceritakan kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW, dan saya begitu kagum dengan perjalanan luar biasa yang beliau tempuh.
Kini, meskipun peringatan ini tetap dilaksanakan, saya merasakan ada kesenjangan antara tradisi yang dulu begitu hidup dengan kondisi yang ada saat ini. Mungkin karena dunia kini semakin sibuk, dengan segala kemajuan teknologi dan gaya hidup yang berubah cepat. Namun, saya juga berpikir, mungkin kita lupa untuk menghidupkan kembali semangat kebersamaan itu. Peringatan Isra' Mi'raj seharusnya menjadi momen yang mengingatkan kita pada pentingnya spiritualitas dan nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa tersebut, bukan sekadar formalitas atau hari libur tahunan.
Seiring berjalannya waktu, saya merasa peringatan Isra' Mi'raj ini harus kembali dihadirkan dengan makna yang lebih dalam. Kita harus kembali menanamkan kebersamaan, kehangatan, dan pemahaman yang lebih mendalam tentang perjalanan spiritual yang luar biasa tersebut, agar peringatan ini tak hanya menjadi acara seremonial semata, tetapi juga menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus menjaga hubungan kita dengan Tuhan.
METAFORIS ISRA' MI'RAJ
Isra' Mi'raj, yang diawali dengan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsa (Isra') dan dilanjutkan dengan peristiwa Mi'raj yang menembus langit menuju Sidratul Muntaha, memberikan kita gambaran metaforis tentang pencarian spiritual dan perjuangan batin manusia. Dalam proses Isra', perjalanan Nabi di malam hari menuju Masjid al-Aqsa bisa diartikan sebagai simbol dari perjalanan manusia dalam menelusuri dan mencari kebenaran yang lebih tinggi. Isra’ dimulai dari Masjid al-Haram, pusat ibadah umat Islam, menuju Masjid al-Aqsa, tanah suci yang menjadi simbol persatuan dan tujuan kolektif. Dalam kehidupan, Masjid al-Haram bisa dimaknai sebagai titik awal—lingkungan tempat kita tumbuh, nilai-nilai dasar yang kita kenal, dan kenyamanan yang sering kali membuat kita enggan melangkah. Namun, untuk menemukan makna yang lebih besar, kita harus bergerak dari zona nyaman menuju "Masjid al-Aqsa" kita masing-masing, yaitu tujuan yang menantang dan penuh makna. Dalam perjalanan ini, ada tantangan dan ketidakpastian, namun setiap langkah menjadi bagian penting dari transformasi diri. Masjid al-Aqsa di sini bisa dimaknai sebagai titik awal atau tujuan yang lebih tinggi dalam hidup. Perjalanan ini bukan hanya tentang fisik semata, tetapi juga pencarian makna, kebenaran, dan kedamaian dalam hati. Isra’ juga mencerminkan perjalanan horizontal manusia—interaksi dengan sesama, perbaikan hubungan sosial, dan upaya menebar kebaikan di bumi. Sebagaimana perjalanan ini melintasi daratan luas, manusia pun diingatkan bahwa pencarian makna hidup selalu dimulai dari bumi, tempat kita saling terhubung. Perjalanan ini mengajarkan bahwa hubungan manusia dengan manusia lainnya adalah fondasi spiritual sebelum kita melangkah lebih jauh.
Sedangkan peristiwa Mi'raj—di mana Nabi Muhammad SAW diangkat menuju langit dan bertemu langsung dengan Allah SWT—menjadi metafora dari pencapaian spiritual tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang manusia. Dalam prosesnya Nabi Muhammad SAW melewati tujuh lapisan yang masing-masing memiliki hikmah tersendiri. Tujuh langit ini bisa dimaknai sebagai tingkatan-tingkatan spiritual manusia, di mana setiap lapisan adalah ujian dan pengalaman yang harus dilewati untuk mencapai puncak kesadaran.