Suatu waktu kembali berkesempatan untuk bertandang ke Kota Kolonodale. Kunjungan ini untuk kali kedua setelah kunjungan pertama tahun 2011 silam.Â
Tidak banyak perubahan dari kota ini selama tujuh tahun terakhir. Kota Kolonodale merupakan ibukota dari Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Daerah ini memdadak menjadi buah bibir di tengah masyarakat terkait dengan isu serbuan tenaga kerja asing dari Tiongkok. Hal ini tidak terlepas dari melimpahnya potensi tambang nikel di daerah ini. Tetapi pada kesempatan ini penulis tidak membicarakan hal tersebut.
Kolonodale selain memiliki bahan tambang nikel juga memiliki panorama laut yang aduhai. Kontur daerah dengan perbukitan dipadukan dengan hamparan laut berupa teluk dan pulau-pulaunya menambah keindahan panoramanya. Â Deratan perbukitan yang mengelilingi laut juga menambah keindahan kota tersebut di pagi itu.
Perjalanan dimulai dari Kota Makassar dengan menggunakan jalur darat. Perjalanan ditempuh selama dua hari satu malam menggunakan kendaraan roda empat. Rute perjalanan melewati beberapa kabupaten dengan rute Makassar-Maros-Pangkep-Barru-Pare-Sidrap-Wajo-Luwu-Palopo-Luwu Utara-Luwu Timur.Â
Memasuki Luwu Timur terdapat dua rute yang bisa dipilih. Rute pertama Mangkutana-Poso-Beteleme-Kolonodale. Rute kedua Malili-Sorowako-Danau Matano-Nuha-Beteleme-Kolonodale. Catatan penulis tentang kedua rute tersebut , rute pertama kondisi aspal mulus namun jauh berkelok menanjak pegunungan sedangkan rute kedua jaraknya lebih dekat namun kondisi jalan yang buruk ditambah harus melintasi danau terdalam kedua di dunia, Danau Matano.
Suasana pagi di Kolonodale cukup sejuk dengan aktivitas transaksi nelayan di bibir dermaga. Masyarakat setempat merupakan penduduk asli dan juga pendatang seperti suku Bugis. Bahkan terdapat kampong dengan nama Kampung Bugis. Salah satu keunikan tempat ini adalah rumah di atas laut. Ada juga masjid terapung. Beranjak pagi, geliat ekonomi masyarakat makin terasa. Lalu lalang kendaraan masyarakat mewarnai hiruk pikuk kota. Pedagang, pegawai pemerintahan, pekerja tambang dan masih banyak lagi. Suasana Kolonodale pagi itu.
Perjalanan dilanjutkan kearah utara. Semakin ke utara pemandangan berbeda mulai terlihat. Jalan yang beraspal mulus mulai berganti dengan jalan tanah yang berdebu. Dari jauh terlihat kepulan asap dari cerobong pabrik smelter atau pemurnian bijih membumbung tinggi ke angkasa.
Jalan ini merupakan akses yang vital bagi aktivitas pertambangan di daerah ini. Menyusuri jalan provinsi ini tepatnya di kilometer 448, terdapat hamparan sampah rumah tangga di tepi jalan. Mungkin disinilah tempat pembuangan akhir sampah dari para pekerja tambang. Tumpukan sampah ini mengeluarkan bau yang tidak sedap yang menggangu pelintas.
Di bukit-bukit itulah aktivitas penambangan bijih nikel berlangsung. Sudah sejak lama, terdaerah tersebut dikeruk nikelnya sehingga pohon-pohon di hutan itu digunduli. Tapi setelah aktivitas penambangan selesai maka akan dilakukan penghijauan kembali.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI