AYAH DAN OLIMPIADE KEHIDUPAN - CATATAN TEPI
Kebiasaan ‘Buruk’ saya sejak memiliki anak adalah selalu menunda keberangkatan kerja sampai anak-anak bangun dari tidur mereka. Beruntung mereka tidak bangun terlalu siang sehingga patokan itu menjadi satu hal yang terpaku dalam agenda saya setiap hari.
Salah satu tabiat saya yang berubah sejak berkeluarga adalah ketepatan waktu masuk kerja. Ketika masih bujangan dan tak punya anak, saya tak hirau jam berapa saya harus berangkat kerja. Mau subuh berangkat atau pergi berhari-hari dengan jadwal kerja yang sudah ditentukan perusahaan semua saya jalani dengan happy-happy saja dan hampir tak pernah datang terlambat. Tetapi hal itu berubah ketika menjelang dan setelah menikah. Bukan berarti berubah malas tapi ada alasan yang masing-masing orang akan berbeda
Tekad dan Sasaran saya pindah bekerja ketika hendak menikah adalah bukan lagi jabatan atau tingkat penghasilan tetapi lebih memilih perusahaan yang menilai kinerja pegawainya pada hasil dengan proses yang tidak terjebak pada penilaian loyalitas diukur dari jam berapa pegawai datang dan jam berapa pegawai pulang. Saya memilih perusahaan yang lebih melihat pada proses ‘Eight Hours’ daripada sibuk dengan aturan ‘Eight to Five’ karena percuma bagi orang yang datang bekerja pada pukul delapan lalu pulang pukul lima tetapi tidak memanfaatkan waktu delapan jam kerjanya untuk memperoleh hasil yang diminta. Dengan prinsip seven habit dari guru saya pak Steven Covey yaitu ‘Began with the end in mind’ maka Alhamdulillah saya mendapatkan perusahaan semacam itu.
Bekerja dengan kemampuan maksimal dalam waktu delapan jam kerja lebih saya pilih dibanding menepati waktu kedatangan atau kepulangan. Untuk itu saat telah menikah saya tidak memilih pekerjaan yang melayani orang macam di industri hospitality. Bukankah hidup itu pilihan? dan biarlah itu menjadi pilihan bagi para bujangan.
Ada beberapa teman yang juga memiliki anak memilih berangkat ketika azan subuh berkumandang dengan alasan menghindari macet dan tiba dikantor hanya setengah dari waktu yang harus ditempuh pada jam-jam setelahnya hanya saja saya tak tertarik untuk menjalaninya. Saya memilih untuk mencari transportasi tercepat baik bawa mobil sendiri, naik KRL atau bus setelah anak saya bersiap berangkat kesekolah dibanding memacu mobil dijalan yang masih lengang subuh hari lalu tertidur di basement parkir kantor karena datang kepagian hingga mencari sarapan di pojok-pojok gang dekat gedung kantor. Ide itu tidak menarik bagi saya karena sekian banyak hal yang hilang dari bagian hidup saya dimulai sejak pagi. Sekali lagi, Hidup itu pilihan!
Jika sekian banyak vitamin disediakan setiap hari untuk sarapan, saya lebih memilih menelan vitamin Audio dan visual memperhatikan bagaimana celoteh dan tingkah tiga anak saya bersiap bersama ibunya mencari pakaian mereka di lemari hingga sepatu terpasang dikaki. Mulai mereka balita hingga sekarang di usia SMA saya menikmati pagi dan mengalahkan sengsara yang saya akan dapatkan dari kemacetan Jakarta.
Mengantar anak hingga kedepan gerbang sekolah masing-masing adalah kenikmatan yang luar biasa, terkadang sesekali menemui hari-hari dimana anak kalang kabut karena lupa mempersiapkan beberapa material tugas pelajaran disekolahnya yang baru ia ingat menjelang tiba di gerbang. Gradak gruduk mencari toko yang buka dipagi hari sampai telephone sana-sini untuk bisa mendapat material yang mereka perlukan menjadi warna yang mengasyikkan sebagai seorang ayah. Satu hari juga kami bisa begitu khusyuk memperhatikan satu persatu surat cinta yang dikirimkan dari sahabat-sahabat perempuan mereka lalu bersama membalas satu persatu urusan cinta monyet tersebut dengan ledekan-ledekan jenaka.
Belasan tahun berjalan, rutinitas pagi bersama tiga anak lelaki sejak kecil hingga remaja menjadi tidak pernah membosankan, alhasil begitu tiba dikantor lalu mendapatkan tantangan pekerjaan yang banyak dan berat rasanya ringan dan selalu mendapatkan ide segar untuk menemukan solusi. Jika performance baik dalam waktu yang tertata baik maka jabatan dan penghasilan adalah hadiah yang pasti datang tanpa diminta atau diharapkan. Tak perlu dikejar.
Saya tak bisa mengklaim bahwa anak-anak saya pasti bahagia dengan pilihan apa yang diambil oleh ayahnya untuk menemani mereka setiap pagi karena itu bukanlah yang saya paksakan dari mereka. Kehidupan ini ibarat Olimpiade, sebagai calon-calon atlit kehidupan yang akan menghadapi persaingan pertandingan kehidupan yang sangat keras saya tak mungkin akan memberi Pil kesenangan atau suntikan Anabolic steroid yang akan membuat otot mereka lebih kuat dari yang lainnya dengan cara yang tidak alami. Saya menempatkan diri sebagai sahabat, mentor dan pelatih dengan segala keterbatasan yang ada dimana setiap hari harus melatih kemampuan dan memberikan batasan moral yang harus selalu dijaga agar jika kelak mereka menjadi juara olimpiade kehidupan tidak memperolehnya melalui cara yang curang dan mengalahkan orang dengan menyakiti.
Sampai kapankah kebersamaan ini akan dijaga?. Ndak tahu…Nyatanya hingga pagi di weekday yang kami lewati kemarin, anak-anak remaja lelaki saya masih mau mencium punggung tangan saya dengan tulus tanpa dipaksa lalu mendaratkan ciuman dipipi saya tanpa ragu dan itu selalu mereka lakukan setiap pagi.