"Tapi kalo audit ini gak dilaksanakan, akan berbahaya buat keselamatan pak!" itu alasan yang dibuat.
Padahal saya mengerti betul ia akan menyuruh pendampingnya selama audit untuk membungkus aneka peralatan yang terpasang dan membawanya keluar lalu menjualnya dengan berbagai cara.
Dalam pikirannya, alat itu sudah tak digunakan lagi padahal masih berstatus milik perusahaan.
"Gak usah kesana, saya yang bertanggung jawab!"
Jawaban itu sepertinya membuat ia kesal. Saya membuat team lain yang bertugas melaporkan dan melakukan patroli rutin ke tempat yang biasanya di inspeksi audit.
Sekian bulan saya menutup akses  dan mengurangi wewenang pelaku di lapangan meskipun tak menurunkan pangkatnya. Hal ini menutup habis kesempatan mengambil barang barang yang bisa bernilai ratusan juta jika dijual ke penadah di darat.
Saya merasakan orang itu tak lagi menghormati saya. Beberapa perintah tak ia jalankan dengan cepat meskipun akhirnya tetap ia laksanakan.
Di suatu sore ia menghubungi lewat telpon dan bertanya gerangan apa kesalahannya hingga dalam pandangannya saya tak menyukai dirinya.
Saya sejenak berpikir untuk menjawabnya.
"Bapak cukup jadi orang yang paling ahli dilapangan saja, membimbing yang muda-muda. Biarkan mereka berkembang dengan jadi pemimpin disana. Tolong jaga mereka dan beri tahu mana salah dan mana yang benar!"
Ia setelahnya tak lagi jadi pemimpin utama dengan segala pengalaman bertahun-tahun memimpin  dan kekecewaannya nampak jelas saat perlahan menjauhi saya.