"Telah gugur, empat mahasiswa Trisakti tertembak peluru tajam. Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie,"
Rekaman suara mencekam, musik gugur bunga berkumandang, teriakan demonstran dari siaran radio terdengar. Hampir semua yang mendengar itu merasa pasti sebentar lagi prahara lebih besar akan datang dan terjadi.
Malam itu dengan sebuah mobil kijang, saya menyusuri jalan pulang antara Bogor dan Pasar minggu dimana saya tinggal.
Sepanjang jalan mendadak  sepi. Setiap gang dan jalan perumahan terpasang barikade, sebagian laki laki mempersenjatai diri dengan senjata tajam untuk siap membela wilayahnya dari para perusuh yang semula tak tahu siapa kawan dan siapa lawan. Tiga kali mobil saya dihentikan gerombolan dijalan untuk sekedar bertanya mau kemana?
Hari ini dua puluh lima tahun yang lalu, kristal dua kubu mulai jelas terbentuk. Indonesia memasuki babak kulminasi persteruan antara rakyat dan mahasiswa berhadapan dengan Orde baru dan kroninya.
Kontraktor keamanan internasional bernama AGI ditunjuk perusahaan untuk setiap saat mengupdate keadaan dan berita kerusuhan sekecil apapun kepada kami.
Hari ini mengawali tugas tambahan saya untuk memastikan orang-orang dalam foto ini boleh atau tidak boleh datang bekerja. Termasuk bagaimana mengevakuasi mereka ketempat aman bila kerusuhan menjalar.
Lucunya sebagian dari mereka pegawai penduduk desa Tegal setiap hari bertanya:
"Pak kapan kita dievakuasi dan tidur di hotel...mumpung gratis?"
-From the desk of Aryadi Noersaid-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H