Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Matahari Akhir Tahun, Catatan Tepi

31 Desember 2020   19:14 Diperbarui: 31 Desember 2020   20:52 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hitungan ratusan menit lagi tahun 2020 akan berakhir. Tahun yang dimulai dengan senyuman tetapi berakhir dengan penuh tanda Tanya.

Tahun ini kurun waktu yang luar biasa. Tahun paling berat secara pribadi maupun secara globally. Betapa tidak, tahun yang dimulai dengan optimisme menghadapi persaingan usaha tetapi dilewatkan dengan gugurnya satu demi satu kesempatan, rencana kerja , kontrak kerja didepan mata , bahkan dari perusahaan-perusahaan berdimensi besar yang semestinya tak dinyana goyah juga oleh krisis luar biasa yang pernah ada di muka bumi ini.

Andai dulu tak berguru pada mentor langsung  saya, pengusaha Purdi E Chandra pendiri Bimbingan belajar Primagama dimana dalam malam-malam ketika saya menginap berkesempatan menginap dirumahnya di kawasan Mirota Jogja, mungkin tahun ini akan saya rutuki sebagai tahun sial bagi sebagian besar pengusaha apalagi pengusaha pemula seperti saya. Di balik panasnya udara jogja puluhan tahun lalu, malam itu beliau cuma bilang pada saya:

"Mas Aryadi, jadi pengusaha itu seperti mau mandi. Kalau perlu mandi ya mandi saja , masuk kedalam kamar mandi! lalu temukan didalam sana apakah ada air atau tidak, ada sabun atau tidak jika sudah tahu apa yang tidak ada, segera keluar  dan cari kekurangannya. Jangan berdiri didepan kamar mandi terus tanpa tahu apa saja yang kurang atau tidak ada  didalam sana, nanti gak akan pernah mandi. Kalau gak berani ya jadi karyawan saja kerja terus, pensiun lalu mati. Kalau mau jadi pengusaha jadilah pengusaha yang siap mati dan siap kaya, jika berhasil semua orang akan bersedia mengabdikan hidupnya untuk kamu sampai pensiun. Mana pahala yang lebih besar diterima: pemberi nafkah keluarga atau pemberi nafkah puluhan, ratusan atau ribuan keluarga?"

Sebagai mantan pegawai perminyakan yang setiap bulan bergaji lumayan tentu perubahan dari karyawan menjadi pengusaha adalah impian, sebuah sumbu telah disulut kala itu oleh Purdi Chandra tetapi padam Karena ketakutan saya meninggalkan kemapanan. Ternyata lima belas tahun baru mampu menyadarkan saya bahwa rejeki bukan dari mana tempat kita bekerja tetapi dari yang menciptakan kita hingga mampu bekerja.

Menjadi karyawan gak ada salahnya, karena dunia juga butuh karyawan.Kalau semua mau jadi pengusaha lalu siapa yang mau bekerja?. Tetapi kurang ajarnya mentor saya yang satu ini pernah mengatakan: "jangan temui saya kalau masih bekerja di perusahaan orang lain setinggi apapun pangkatmu!  Saya lebih senang bertemu tukang bakso pinggir jalan yang sudah menghasilkan untung dari yang diperjual belikan, bukan orang stress karena target orang lain tetapi stress karena target yang dimilikinya sendiri. Maka kalau tidak mau stress, upayakan target yang dimiliki jangan diatur orang lain, tentukan sendiri!"    

 Orang yang meracuni saya kemudian adalah Hermawan Kartajaya. Seminar marketing dari mantan Direktur distribusi Rokok Sampoerna Dji Sam Soe  ini beberapa kali saya ikuti. Bukan untuk belajar bagaimana cara sukses menjual supaya naik pangkat tetapi belajar mengikuti jalan keberaniannya meninggalkan posisi strategis untuk menjadi orang yang lebih bebas menentukan target hidup. Saya teringat betul kisahnya ketika menangis melihat anak-anak anaknya dimalam hari saat bulan-bulan pertama  setelah memutuskan meninggalkan posisi direktur,tak satupun perusahaan  menghampiri untuk menggunakan jasanya sebagai konsultan marketing independent. Dikepalanya cuma satu pertanyaan sebagai seorang bapak, bagaimana nasib anak-anak saya nanti?. Tapi siapa yang tak mengenal dia saat ini, seorang pakar marketing terkemuka Indonesia.

Dibakar oleh mentor sekelas Purdi E Chandra, diajar oleh pengalaman Hermawan Kertajaya, ditambah saya yang tak pernah berminat punya pangkat tinggi di perusahaan orang lain maka tibalah saya dipenghujung tahun 2020 ini dalam posisi sebagai nakhoda kapal sendiri. Bukan gerimis yang datang, bukan hujan yang menghampiri tetapi langsung badai besar yang menggoncang perahu kecil yang saya miliki.

Matahari terakhir  bulan Desember  sudah menghilang, langit terang 2020 sudah usai, dan akan datang masa yang tak ada satupun orang bisa memperkirakan, tahun 2021.

Catatan tepi ini hanya kontemplasi, yang menggerakan telapak tangan untuk sekedar menampar pipi sendiri untuk sadar:

"Hei...banyak yang berharap pada dirimu, banyak yang kehidupannya tergantung semangatmu dan sekian kepala keluarga menggantungkan nafkahnya padamu. Berhenti menguap, maka tunduklah, pada sajadah yang siap menerima air mata, menerima keluh kesah hanya diatasnya lalu hadapi tantangan luar biasa didunia sana  begitu engkau melipatnya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun