“Nggih..nggih Romo, laksanakan!”
“Bapak tidak langsung bersikap, Ayu?” kejarku.
“Tidak, mas. Bapak tetap memelukku, menutup mulutku sampai malam kembali hening,” balas Ayu.
“Kenapa bapak tidak pernah cerita ke aku atau Ibu?” tanyaku pada Ayu.
“Iya, Ayu. Kenapa kamu tidak bercerita pada Ibu?” timpal ibu. Ayu duduk terdiam, bulir air mata mulai merangkak jatuh.
“Bapak yang meminta untuk tak bercerita. Mungkinkah kalau aku tak menuruti kata bapak untuk tak bercerita, Bapak akan tetap bisa hidup bersama kita?” tangis Ayu yang telah berhasil ia tahan beberapa hari kembali datang.
“Romo?..siapa di desa ini yang dipanggil Romo?” gumamku.
Malam melarut. Lolongan anjing liar melesat melintas langit malam, Kunang-kunang berpendar mampir ke tepi jendela kamarku yang sengaja terbuka. Beberapa hari lagi Ibu memintaku tetap berangkat ke Jakarta sementara cerita Ayu menyisakan teka-teki yang harus kuselesaikan. Dingin malam, wangi dupa dan pendar cahaya kunang-kunang membuatku… Gamang.
Part-8-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H