“Renggo,”
“Renggo mana? Renggo Kelobot?”
“Ya..Renggo kelobot. Mulai banyak warga yang seperti menginginkanya. Ladang jagungnya mulai bertambah luasnya entah uang darimana, Dan yang paling penting, anak lelakinya pandai sekali, sekolah di Semarang, sepertinya namanya akan lebih harum lagi jika anaknya bisa kuliah ke Jogjakarta atau Jakarta dan akan menjadi sarjana pertama dari desa ini. Anak bungsunya yang perempuan juga akan menjadi gadis yang cantik. Keluarga yang ideal menurut orang-orang desa untuk menjadi Lurah,”
“Lantas apa reaksi bapak?” tanyaku memotong cerita Ayu.
“Bapak lantas membekap mulutku untuk tidak benar-benar bersuara. Bapak ingin terus mendengar pecakapan mereka,”
“Bahaya kalau begitu, Romo!”
“Hmm, yaa. Kamu masih ingin kaya, wir?”
“Masih Romo,”
“Kalau begitu, pikirkan cara menghentikannya!”
“Menghentikan? Menghentikan siapa, Romo?”
“Dapurmu….Utekmu macam sumur dangkal! Ya menghentikan Renggo! Kalo tidak, kamu akan terus jadi blandong jati..ngerti?”