Salah satu permainan masa kecil kami dulu teramat sederhana. Tak ada teknologi didalamnya, hanya sebuah biji asam direkatkan diatas permukaan keramik yang licin lalu setelah merekat kuat masing-masing akan duduk berhadapan dengan menempelkan permukaan dua biji asam yang merekat kuat itu berhadap-hadapan.
Kami akan saling mendorong keramik tersebut sekuat tenaga dengan arah yang berlawanan, barangsiapa yang memiliki biji asam tetap melekat kuat dan tidak lepas sampai kompetisi berakhir maka dialah pemenangnya.
Hari-hari yang kami pikirkan saat itu adalah bagaimana menemukan komposisi lem perekat yang mujarab dari mulai mencampur lem Aica aibon dengan telur maupun menambahnya dengan ramuan sagu rebus dan satu hal lagi yang perlu kami pikirkan adalah bagaimana memperolah keramik yang baik dan tak mudah pecah ketika diadu.
Saat itu sekolah SMA Borobudur tengah dibangun. Satu-satunya ruang yang memerlukan keramik adalah ruang toilet namun sayangnya tak ada satupun keramik yang berada diluar selain pecahan kecil yang tak berguna untuk permainan kami.
Penjaga proyek pembangunan itu adalah seorang mandor yang perawakannya mirip dengan penyanyi tersohor saat itu, Ahmad Albar. Sosok tinggi besar dengan hidung yang panjang dan berambut kribo itu kerap kesana kemari mengawasi tukangnya bekerja sekaligus kerap mengusir kami anak-anak kecil yang kadang berkeliaran ditengah proyek tersebut. Kami menjulukinya si Kribo.
"Hari ini gua lihat keramik datang banyak sekali, nanti kita ambil barang satu aja masing-masing. Nanti sore kita kesana!" ajak Deni memberitahu sekumpulan kami di Sabtu pagi.
"Itu namanya mencuri, bagaimana kalau nanti tertangkap si Kribo?" tanya saya spontan.
"Kalau nyuri itu satu dus, kita kan cuma ambil masing-masing satu keramik yang kecil sebesar piring, gak akan ketahuan kalau jumlahnya berkurang," tukas Aris
"Bagaimana kalau kita minta?" usul saya. Kami saling berpandangan.
"Minta sama si Kribo? Si Ahmad Albar? Nggak laah..ngga mungkin dikasih, mukanya aja serem begitu," balas salah satu dari genk kami.
"Gimana kalau gua yang minta?" usul saya lagi. Usul diterima.