Saya akui bahwa saya adalah lelaki yang tak sabaran tetapi sebagai seorang ayah saya adalah lelaki yang senang menunda sesuatu. Menjadi seorang ayah ketika si kembar hadir ke dunia menjadikan saya dua pribadi yang berbeda.
Ketika keluarga kecil kami punya kesempatan berlibur, Qiqi si kembar kecil kami pernah melewati satu toko penjual mainan yang cukup menarik di dekat monumen ground zero paddys cafe.Â
Di depan etalase toko, kami berhenti karena Qiqi kecil terlihat begitu tertarik pada apa yang dipajang dibaliknya. Ketika kami mengajaknya berlalu ia bergeming lalu mulai tangis pecah dengan rengekan yang keras:
"Mau mobil orange...mau mobil orange!" entah mobil mainan mana yang dia inginkan. Saya meminta semua bergerak, menjauhi toko dan berjalan menuju hotel. Lima belas menit kami menuju hotel, Qiqi tak berhenti merengek dengan kalimat permintaan yang sama.Â
Puluhan orang yang melintas berlawanan kadang melihat aneh sosok anak yang merengek demikian keras. Saya yakin uang dikantong saya pasti ada untuk hanya sebuah mobil mainan demi menghentikan rengekan anak sendiri, tetapi saya memilih menggiring ketiga anak lelaki kecil kami menjauhi toko mainan itu.
Kami berdiskusi mainan apa gerangan yang Qiqi inginkan tetapi tetap  tidak kembali ke toko yang ia inginkan, saya memutuskan untuk tidak membelikan dan lebih memilih hanya  mendengar rengekan.Â
Seminggu setelah libur usai saya bertugas ke satu tempat dinegeri tetangga dan disana saya membelikan tiga mobil mainan dengan warna yang berbeda. Setiba di rumah ketiga anak lelaki kecil menerimanya dengan riang gembira.
Bertahun-tahun kami menjalani kehidupan  bersama ketiga anak yang tumbuh membesar tak ada satupun  permintaan diluar tugas sekolah yang instan saya belikan.Â
Saya hanya mendengarkan dan tak pernah membelikan. Sudah jelas ini satu siksaan bagi saya yang tak sabaran dan selalu menginginkan segala sesuatu untuk lekas terwujud, tetapi sebagai seorang ayah saya melawan sikap saya sendiri.
Nampaknya sejak peristiwa rengekan mobil orange tak pernah ada rengekan anak kecil di rumah kami meminta sesuatu. Sesekali waktu kami berjalan-jalan ke toko mainan besar untuk windows shopping dan melihat betapa antusiasnya ketiga anak lelaki mendekati mainan berbeda yang mereka suka tetapi keluar toko tak satupun kami membeli mainan disana.Â
Dua tiga minggu kemudian saya kembali ke toko tersebut dan membeli mainan yang dulu mereka nampak sukai lalu memberikannya pada mereka ketika pertama kali saya bertemu mereka di rumah. Hal ini berlaku untuk keinginan yang saya anggap baik saja karena tak jarang beberapa keinginan mereka tak saya penuhi karena tak bermanfaat dan membahayakan