Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hijab dan Sop Buntut

25 Januari 2016   12:18 Diperbarui: 25 Januari 2016   12:58 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Masih ingat dulu ketika mbak dinikahi, apakah sudah pakai jilbab? Apakah iman Islamnya sudah sekuat sekarang. Lalu apakah orang dengan kadar keimanan seperti mbak sebelum menikah dulu tidak layak dapat laki-laki atau suami yang baik dan mau mengajak pada kebaikan? Mbak jadi baik begini kan lewat proses, menikah dan menjadi lebih baik!”.

Sejak muda saya mengenal sang ibu, perempuan yang kala belum menikah masih belum menggunakan hijabnya. Meskipun tak pernah melakukan hal maksiat tetapi ia masih melakukan hal-hal yang mengikuti pola pikir main stream seperti kadang masih beberapa kali meninggalkan ibadah pada waktu yang sempit dan masih kerap melakukan hal-hal yang sekarang ia sebut bid’ah. Saya tak melihat apakah kalimat saya langsung menampar telinganya dan saya tak berharap begitu.

“Setiap sayur sop yang enak dan segar mungkin bisa dibeli dirumah makan yang terkenal kelezatan dan olahannya, tinggal membeli. Tapi jika kita memahami dan menghargai proses maka tidak ada sayur sop yang enak dan segar tanpa diawali pemilihan Daging buntut yang baik, Wortel, Kentang, kol dan sayuran segar lainnya. Baiknya biarkan anak ini membentuk keluarganya dengan memilih bahan dasar yang baik bukan pilihan yang harus langsung jadi!”

Saya beranjak pada sop buntut yang dihidangkan dan menyeruput kuah panasnya yang amat gurih dan segar.

Berhijab memang wajib bagi muslimah, tapi mungkin ada baiknya memberi kesempatan kepada para lelaki baik-baik untuk menunaikan tugasnya menjadi pemimpin dengan mengubah hal-hal yang kurang baik menjadi lebih baik untuk pasangannya.

Bukankah kita diciptaan untuk saling melengkapi, bukan untuk mengusili atau merasa paling benar sendiri. Betul ngak sih?.
-AN-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun