Mohon tunggu...
Arya Koembakarna
Arya Koembakarna Mohon Tunggu... -

buku, bass dan blues

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Sebenarnya Indonesia Tidak Butuh Sepakbola

14 Oktober 2014   21:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:02 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari cabang olahraga apakah medali emas Olimpiade pertama kali diperoleh Indonesia? Tentu saja bulutangkis saat Susi Susanti dan Alan Budikusuma merebut medali emas cabang bulutangkis di Olimpiade Barcelona 1992. Setelah itu berturut turut medali emas Olimpiade disumbangkan oleh cabang olahraga bulutangkis antara lain melalui ganda Putra Rexy Mainaky/Ricky Subagja di Olimpiade Atlanta 1996, Tony Gunawan dan Candra Wijaya di Olimpiade Sydney 2000, tunggal Putra Taufik Hidayat di Olimpiade Athena 2004 dan Hendra Setiawan/Markis Kido di Olimpiade Beijing 2008. Cabang olahraga panahan dan angkat besi juga beberapa kali menyumbangkan medali perak dan perunggu di Olimpiade. Kenapa tolok ukurnya Olimpiade? Karena pesta olahraga ini memang identik dengan pencapaian tertinggi seorang atlet olahraga. Selain prestasi Olimpiade, Indonesia juga mencatat sejarah besar di turnamen bulutangkis All England dengan menelurkan kampiun macam Rudy Hartono (juara 7 kali berurutan dari 1968 – 1974), Liem Swie King (juara dua kali berturut turut, 1978 dan 1979) serta Tan Joe Hok, orang Indonesia pertama yang berhasil menjuarai All England tahun 1959. Juara Juara Dunia bulutangkis juga berhasil direbut pebulutangkis Indonesia beberapa kali.

Marilah menengok sepakbola di Indonesia. Karut marut pengelolaan sepakbola di Indonesia tentu tidak perlu disebutkan satu persatu saking banyaknya. Banyak aib dan miskin prestasi Internasional, begitulah wajah buruk rupa persepakbolaan Indonesia. Ada dua berita sepakbola yang membuat miris dalam minggu terakhir ini yaitu kekalahan berturut turut timnas U -19 1 -3 dari Uzbekistan dan kemudian keok 0 -1 dari Australia di penyisihan Grup B Piala Asia U – 19. Berita kedua lebih bikin miris lagi yaitu tewasnya seorang supporter PSCS Cilacap akibat diserang kelompok supporter lain Minggu malam 12/10/2014 saat bus yang ditumpangi rombongan supporter PSCS dihadang di dekat Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta. Korban bernama Muhammad Ikhwanudin (19), warga Petenangan, Cilacap, Jawa Tengah yang juga merupakan mahasiswa UIN Yogya. Menurut saksi mata, beberapa orang bercadar hitam memakai jaket dengan atribut supporter tertentu yang menghadang bus kemudian masuk ke dalam bus dan melakukan penyerangan membabi buta. Korban yang duduk di kursi paling depan diseret dan dipukuli dengan stick baseball sampai akhirnya tewas. Peristiwa tragis ini menambah rentetan panjang cerita gelap sepakbola Indonesia yang seakan tidak pernah berhenti.

Jika membandingkan olahraga bulutangkis dan sepakbola di Indonesia yang prestasinya seperti bumi dan langit, tentu ini menimbulkan sebuah pertanyaan tersendiri: kenapa orang Indonesia mampu berprestasi besar di ajang bulutangkis tetapi melempem di olahraga sepakbola? Untuk menjawab pertanyaan ini, Indonesia sebenarnya mempunyai sumber daya riset yang amat besar di beberapa Perguruan Tinggi dalam negeri. Riset olahraga itu semestinya bisa dilakukan dengan difasilitasi Menteri Pemuda dan Olahraga yang baru nanti untuk menjawab pertanyaan tersebut. Riset dengan jawaban ilmiah tentu saja bisa menjadi semacam panduan atau menjadi semacam cetak biru olahraga bulutangkis atau olahraga lain yang bisa dikembangkan bagi para atlet Indonesia sehingga bisa berprestasi di kancah olahraga nasional dan dunia. Sejarah sudah mencatat bahwa atlet Indonesia bisa berbicara banyak di turnamen turnamen olahraga dunia dan tidak satupun pencapaian itu diperoleh dari cabang sepakbola. Semestinya Menteri Pemuda dan Olahraga yang baru harus berani mengambil keputusan membekukan kompetisi sepakbola profesional di Indonesia yang penuh karut marut, kerusuhan dan korupsi dan memfokuskan sepakbola pada kelas pelajar, mahasiswa atau institusi macam TNI saja. Jika Indonesia akan mengikuti turnamen sepakbola internasional, cukuplah diwakili oleh kesebelasan mahasiswa atau TNI. Uang ratusan milyar yang sia sia untuk pengelolaan sepakbola profesional bisa dialihkan untuk pengembangan olahraga lain yang lebih menjanjikan prestasi dan kebanggaan bangsa di mata dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun