1. Pada 3Desember 2023 memang menjadi suatu tanggal yang sakral oleh penulis. Gunung Marapi meletus, dan letusannya adalah salah satu yang terbesar. Jika merujuk ke Wikipedia, dan Volcano.edu, letusan pada 3 Desember hingga 8 Desember 2023 silam termasuk yang terbesar dalam sejarah catatan manusia tentang letusan Marapi. Nilai VEI mencapai 3, yang biasanya hanya didominasi oleh VEI 2.
2. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa erupsi pada 3 Desember 2023 silam adalah sesuatu yang kolosal. Letusan bersifat freatomagmatik; Tanpa didahului oleh peningkatan aktivitas kegempaan vulkanik yang signifikan. Namun, kolom letusan yang hitam pekat membumbung setinggi 3000 meter dari puncak. Erupsi berlangsung selama lima menit. Juga turun awan piroklastik sejauh 3 kilometer. Dampak hujan abu bahkan mencapai daerah Payakumbuh dan sekitarnya, yang ditempuh dengan waktu satu jam dengan kendaraan bermotor. Di daerah lereng gunung, hujan kerikil sama intensnya dengan hujan badai. Suara letusan seperti petir tunggal yang menggema hebat
3. Letusan ini adalah awalan dari suatu periode letusan panjang bagi Marapi. Sejak Desember 2023, Marapi telah mengaum tanpa henti. Mencapai puncaknya sekitaran bulan Februari dan Maret. Meskipun setelahnya melandai, tetapi aktivitas letusan masih terjadi hingga saat ini, yaitu Desember 2024.
Ini adalah sebuah siklus. Sengaja penulis menyoroti Marapi, sebuah gunung berapi kompleks di jantung Luhak Agam, sebuah gunung yang selalu disebutkan dalam Tambo Minangkabau. Sebuah gunung yang selalu penulis saksikan selama 12 tahun dulunya. Dia memiliki siklus. Rata-rata satu setengah tahun, sebelum kembali bergejolak, dan semua berulang kembali.
4. Apa yang membuat penulis mendapatkan inspirasi dari Marapi, bahwa begitull pulalah siklus dari kepenulisan masing-masing dari kita. Kita memiliki masa dormansi, alu masa kenaikan aktivitas, lalu masa puncak aktivitas, sebelum akhirnya kembali melandai, dan memasuki dormansi kembali.
5. Dalam halnya menulis di dalam platform bersama seperti Kompasiana, maka setiap tahapan ini haruslah dipahami dengan seksama agar di setiap periode tetap ada karya yang bisa dihasilkan. Ide memang tidak pernah habis, selayaknya magma dari gunung berapi. Tetapi, dia memerlukan waktu berakumulasi  sebelum akhirnya mencapai titik kritis dan erupsi. Dari sekian banyak ide yang ada, tetapi kemampuan dan kesempatan masing-masing dari kita berbeda-beda. Secara moderat, hal terpenting adalah agar selalu menulis.
6. Penulis sendiri tidak mengingat secara pasti, kapan penulis terakhir menerbitkan tulisan di Kompasiana, tetapi ada dalam rentang tiga bulan ini. Selayaknya aktivitas kegempaan gunung berapi, saat ini penulis sedang dormant. Hanya sesekali menerbitkan karya, tetapi itu cukup sebagai penegasan bahwa penulis masih aktif.
7. Juga, dikarenakan keterbatasan waktu, dan sedikit upaya bereksperimen, gaya penulisan penulis lebih kepada berbentuk bulatan atau angka untuk ke depannya. Sesuatu yang memudahkan bagi penulis. Semoga saja bisa diterima dengan baik, karena penulis tetap menyusun setiap kata dengan baik dan rapi.
Selayaknya sebuah gunung berapi, penulis akan beranjak dari fase dormansi menuju kenaikan aktivitas. Tidak perlu menggesa, semuanya adalah direncakan, sebelum mencapai klimaksnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H