Menulis cerita adalah bagian dari khazanah literasi. Selama ini, kita sudah banyak membaca. Membaca apapun, dari yang paling berat hingga yang paling ringan. Dengan pengalaman membaca itu, sudah seharusnya kita mulai bergerak ke ranah yang lebih mendalam. Menulis adalah hal yang tidak bisa dianggap sepele, walaupun itu dalam ranah yang mikro. Segalanya harus dipikirkan, agar sebuah tulisan dapat diselesaikan.Â
Malahan, itulah kata kunci yang harus diperhatikan: Penyelesaian. Memulai sebuah teks kadang begitu mudah dilakukan, tapi tidak dengan menyelesaikannya. Apalagi ketika memasuki bagian pertengahan, bagian yang benar-benar menguji kesabaran. Salah satu jalan keluar, yang seharusnya, yaitu merancang semua hal dari awal sampai akhir. Namun, sejatinya ini adalah kerangka dari teks yang kita selesaikan. Tetap saja, menyelesaikan teks itu sendiri adalah hal yang berbeda.Â
Dengan kata lain, unsur manusia di dalam sebuah penulisan teks, dalam pandangan penulis, tetap merupakan unsur yang utama. Kerangka sebanyak apapun, sedetail apapun, dan serapi apapun, tetap eksekutornya adalah manusia yang memegang pena atau yang berada di depan keyboard. Sedikit banyaknya, pendangan ini juga merupakna refleksi pribadi atas pengalaman menulis, walau ala kadarnya, selama beberapa tahun ini.Â
Meski demikian, tidak patut pula rasanya untuk mengesampingkan peran dari sebuah kerangka tulisan. Walaupun ada perselisihan tentang metode plotter dan pantser di luar sana, tetapi secara pribadi kami tetap menyukai metode yang hybrid. Plotter memang kesannya kaku, dan sangat memeras kesabaran, karena menyusun dan merangkai kerangka sebuah teks atau tulisan dengan detail. Sedangkan, pantser kesannya santai dan sedemikian kreatif karena bisa menulis tanpa berpegangan kepada kerangka yang kaku.Â
Tentu, segala hal ada sisinya. Plotter walaupun terkesan membosankan, tetapi dia telah membangun kerangka (Namanya juga kerangka) yang kokoh sedari awal. Setidaknya, kalaupun tidak menyelesaikan tulisan pada momen ini, mereka tetap tidak akan kehilangan arah andaikata meneruskan penulisan tulisannya di momen yang jauh di masa depan.
 Sekali lagi, kerangka sudah ada. Sedangkan, pantser mungkin akan kesulitan untuk menyambungkan kembali susunan ceritanya andaikata terjadi hiatus, ataupun ketika cerita sudah memasuki dimensi yang lebih kompleks. Dengan cara yang hybrid, maka antara kedua metode ini dapat dijadikan sesuatu yang padu. Sesuatu yang saling melengkapi. Kerangka selaku pegangan sudah ada sedari awal, namun ledakan kreativitas tetap diperhatikan andaikata muncul gelembung ide baru di pertengahan penulisan.Â
Biasanya, kami adalah tipikal pantser. Kami membaca beberapa bahan, lalu segera menuliskan apa yang bisa kami dapatkan dari pikiran kami di waktu itu juga. Sekali lagi, kalau terjadi disrupsi, atau ledakan idenya tidak terkendali, maka penulisan bisa jadi terhambat. Ketika meneruskan kembali, ada kemungkinan kami merasa kesulitan untuk kembali mendapatkan hubungan dengan apa yang telah kami tulis. Oleh sebab itulah, kami akan mencoba untuk mengadopsi metode plotter, dan mencoba untuk menyempurnakannya sesuai dengan tipikal kami di masa depan.
Tentu, ungkapan "Practice makes perfect" akan berlaku sampai kapanpun. Oleh sebab itu, penyempurnaan yang kami maksudkan tadi hanya akan tercapai jika kami terus menulis, dan secara sadar mencoba untuk semakin menggali kemampuan kami dalam metode plotter dan pantser ini lebih jauh. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H