Malam yang indah, dikarenakan bulan purnama yang begitu bulat dan cerah. Awalnya agak kemerahan, namun kembali ke putih sucinya.
Langitpun mengamini keindahan sang rembulan. Membiarkannya berlenggak-lenggok di catwalk langit sendirian. Tidak ada bintang sebagai saingan. Awan laksana aksesoris yang memperindah tampang bulan.
Angin berhembus tipis sekali. Hanya dirasakan oleh segelintir orang yang tidak sadar dengan terpaan angin. Meskipun, sisanya menjadikan udara di sekitar menjadi dingin. Seperti Kemarau yang ternyata lebih dekat kepada sesuatu yang dingin, daripada yang panas dan kerontang.
Heboh di seberang sana, tapi di tempat ini malah ikutan menjalar. Mereka membicarakan apa yang di seberang sana bicarakan. Entah apa maksudnya. Entah akan berdampak bagaimana terhadap kehidupan mereka. Padahal, masih sibuk bercerita sembari mengangkat kaki di atas kursi kayu tua di sebuah lapak dagangan kopi jalanan.
Malam berlalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H