Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tentang Kemarau Basah

7 Agustus 2024   18:39 Diperbarui: 7 Agustus 2024   18:40 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hari ini adalah bagian dari musim kemarau. Aneh, seharusnya ini adalah masa yang kering dan tanpa hujan. Diiringi dengan pandangan yang wajar berupa dedaunan kering dan tanah yang kering kerontang. Tapi, setelah beberapa hari ini, hujan rutin turun. Setidaknya, langit mendung ikut menjadi bagian yang menghiasi musim kemarau tahun ini. Aneh, untuk beberapa saat, permulaan musim kemarau ini menyerupai awalan dari musim kemarau tahun lalu. Dedauanan di pepohonan kamboja di Jalan Soebrantas, mereka sama-sama kuning dan merangas. Namun, berbeda dari tahun lalu, baru beberapa hari penderitaan dari pepohonan kamboja, hujan sudah turun untuk menyemangati mereka untuk tahun ini. Berbeda dari tahun lalu, yang mana pepohonan kamboja itu dipaksa untuk bisa bertahan hidup hingga titik nadir.

Apakah ini yang dimaksud dengan musim kemarau yang basah? Sesuatu yang secara saintifik lebih dikenal dengan sebutan fenomena La Nina? Meski secara aturan kemarau, tetapi hujan tetap menghiasi. Dari beberapa pemberitaan, dikatakan bahwa bulan Agustus ini adalah masa dari La Nina itu sendiri.

Hujan di musim kemarau mungkin terdengar sebagai sesuatu yang indah. Memang benar, apalagi untuk meremedi kekeringan yang terjadi di masa El Nino, yang baru saja usai. Tapi, tidak elok kalau melupakan satu hukum dasar, bahwa selalu ada dua sisi. Hal buruk dari basahnya musim kemarau, yaitu curah hujan yang tidak terkontrol, yang berakibat kepada terjadinya bencana air. Bisa berupa banjir, longsor, ataupun banjir lahar di beberapa lereng gunung berapi yang memang aktif selama setengah tahun ini.

Baca juga: Kemarau Datang Lagi

Bahkan, di lingkungan tempat tinggal kami, di Taman Karya , Pekanbaru, hujan yang turun di masa kemarau ini cukup untuk memenuhi selokan, dan menjadikannya meluap. Beruntung, keadaan ini belum memburuk menjadi banjir dalam skala yang lebih besar. Namun, karena adanya teknologi, kami jadi mengetahui beberapa kejadian penting lain di daerah yang lain, hanya mengandalkan yang namanya gawai. Di daerah Malibo, setelah Lembah Anai, beberapa hari lalu ternyata kembali terjadi luapan air. Beruntung, kali ini tidak diiringi dengan kehancuran bagian jalan, seperti yang terjadi pada malam yang menegangkan itu. Beberapa kejadian ini, dalam skala kami yang mikro ini, cukup untuk menjelaskan bahwa yang namanya kemarau basah bisa mendatangkan efek yang tidak diharapkan.

Seharusnya, masyarakat sudah siaga dan memahami akan bahaya yang mengintai. Seharusnya demikian. Tapi, bagaimana realitanya? Itulah adalah pertanyaan yang akan kita jawab dari pengamatan atas lingkungan masing-masing. Berbeda lingkungan, berbeda memori bencana, berbeda pula pendekatan mitigasinya. Setidaknya, di sekitaran lingkungan kami ini, hal yang paling mengakar adalah membersihkan parit, atau got, agar tidak terjadi timbunan lumpur yang terlalu dalam, sehingga mengakibatkan pendangkalan saluran air itu.

Begitulah, musim kemarau kali ini berbeda. Dia basah. Dia membawa banyak hujan. Setidaknya, untuk bulan Agustus ini. Langit biru cerah dan dalam, yang menjadi ciri khas langit kemarau, bersamaan dengan awan-awan cumulus yang berjejer seperti kawanan domba, hal itu tidak sepenuhnya mutlak untuk tahun ini.

Baca juga: Kemauan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun