Sejelek-jeleknya ingatan kami, tetap ada beberapa pemandangan penting yang tidak hilang dari memori kami. Satu yang utama jelaslah deretan Bukit Barisan yang agung. Kokoh dan perkasa penampakannya. Dari kejauhan, Bukit Barisan terlihat memanjang dan menantang jiwa-jiwa lembek seperti kami. Beranikah kalian datang?
Bukit Barisan hanya terlihat kebiruan dari kejauhan. Biru yang menenangkan serta mencemaskan. Saya tariknya luar biasa mengagumkan. Ia adalah magnet yang berusaha menarik jiwa-jiwa agar sudi datang menjamah. Terutama bagian dirinya yang masih perawan. Begitu misterius. Tapi, apakah keperawanan Bukit Barisan adalah jaminan ketundukannya?
Bukit panjang dan kekar itu telah ada jauh sebelum manusia. Dia lahir, tumbuh, bergerak sepanjang waktu masih dikenali oleh intuisi manusia. Selama itu, apakah yang telah dia saksikan? Bencana-bencana apa yang telah dia abadikan? Malapetaka apa yang masih diingatnya? Erangan keputusasaan siapa yang dia nikmati? Kepunahan hewan apa yang dia sembunyikan?Â
Itulah entitas kuno yang awalnya kami amati dari kejauhan. Selagi konvoi ini melaju secepat kendik, semakin dekat pula daya magis Bukit Barisan berusaha menyentuh kulit kami.Â
Semakin sadarlah kami bahwa tujuan kami memang berada di bukit agung itu. Dulu, sebagian besar dari kami hanya sibuk hilir-mudik di atas punggungnya di sisi dunia yang lain. Sekarang, kami harus menjelajahinya dengan kaki mungil kami sendiri. Sebuah cemohan dari alam kepada kami. Pembuktian betapa payahnya fisik dan mental kami. Sementara, kami masih meringkuk teler di dalam bus tua ini.
Ditulis di Pekanbaru pada 26 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H