Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Book

Corat-Coret di Toilet

14 September 2022   12:05 Diperbarui: 14 September 2022   12:11 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Kisah-kisah serupa banyak diceritakan.  Salah satunya cerpen yang dimuat di buku Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2014. Buku yang sampulnya dua balita telanjang saling tegur sapa; menyeruak dari dalam bilik pokoknya itu. Kumpulan cerpen di buku ini, dengan salah satu cerpen di buku pilihan Kompas tersebut, sama-sama menyadarkan kita bahwa kisah-kisah heroik era reformasi tidak seindah bayangan. Berselimut romansa dan patriotisme. Kenyataannya,  pahit dan getir. Demi demokrasi. Demi rakyat Indonesia.  Yang sayangnya, para martir demokrasi itu bahkan tidak dikenal oleh rakyatnya sendiri.

Banyak juga kisah-kisah di luar bahasan era reformasi yang sarat pengadilan rakyat. Tetap disediakan cerita-cerita nyeleneh dan penuh kritik sosial. Berpusat kepada dinamika rakyat kecil, mahasiswa, dan era Baru. Sepertinya, ketiga hal tersebut berjalan beriringan. Rakyat kecil butuh kejelian dan daya nalar mahasiswa. Mahasiswa mengolah rasa rakyat kecil untuk diperjuangkan. Puncaknya, terciptalah era baru yang diharapkan. Kalau memang bisa demikian.

Jika mahasiswa sendiri mandek saluran komunikasinya, dinding toilet bisa menjadi alternatif. Di dalam bilik dua kali satu meter, semua pikiran bisa timbul dan memberontak ingin disalurkan. Cukup ditulis di dinding dan tunggu responnya. Mana tau, ada di antara mahasiswa lain yang akan mengadukan nasib buruknya di sana. Bisa jadi ayahnya baru saja ditangkap sebab melawan cukong. Ada juga temanmu yang kesulitan dapat jatah tidur di kampus akan datang mengadu. Bisa pula ada kawanmu yang mendengar kabar angin ikut berbagi. Kisah bandit kecil dan orang gila misalnya? Atau, perlukan untaian keluh-kesah itu bersambung setiap malam hingga mencapai 1001 malam?

Baca juga: Api di Lintas Masa

Ditulis di Pekanbaru pada 3 Agustus 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Sebuah Mimpi VI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun