Tulisan ini sudah ditayangkan di website kecil-kecilan kami, Jurnal HarianÂ
Kita semua sudah menyadari. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada siang hari Sabtu kemarin merupakan salah satu momen penting. Tidak peduli, apakah kebijakan itu benar atau salah. Sekali kebijakan telah berjalan, kita hanya bisa menunggu dan menyaksikan dampak yang ditimbulkannya.Â
Kenaikan harga komoditas merupakan hal yang sulit dibantah. Mungkin belum semuanya merangkak, atau masih menahan-nahan. Tapi, sudah ada beberapa bahan pokok yang dikabarkan mengalami kenaikan.Â
Belum lagi kejelasan harga jasa transportasi umum. Selama ini, kita dijejali himbauan agar menggunakan transportasi umum agar mengurangi emisi karbon dari penggunaan kendaraan pribadi. Tapi, seberapa hematkah penggunaan kendaraan pribadi paskakenaikan harga BBM menjadi pertanyaan lain.Â
Ada juga himbauan untuk meninggalkan kendaraan bermotor. Pilihan alternatif terbagi antara penggunaan kendaraan listrik atau kendaraan mekanik seperti sepeda. Kendaraan listrik terdengar menarik dan futuristik. Cuma harganya yang masih tidak ramah bagi kelas menengah di Indonesia. Belum lagi, kenyataan bahwa pembangkit listrik di negeri yang masih menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi pembangkit listrik itu sendiri. Bersepeda, tentu ini pilihan yang menarik dan menyehatkan. Cuma jalanan masih terlalu bahaya bagi para pesepeda dan kadar polusi belum terlalu bersahabat.Â
Satu dampak lain yang muncul setelah kenaikan harga BBM pada siang hari Sabtu silam, yaitu pergolakan dari kalangan buruh. Pada hari Selasa tanggal 6 September 2022, kaum buruh kembali menuju pengadilan jalanan. Mereka berorasi dan mendesak pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Sesuatu yang sepertinya tidak mungkin dikabulkan.Â
Lebih buruknya lagi, hingga membubarkan diri pada Selasa siang, para buruh terkesan berbicara dan berteriak sendiri di depan Senayan. Tidak ada satupun perwakilan Senayan yang bersedia menyahut orasi dan teriakan buruh. Sedih memang, padahal banyak fraksi di Senayan yang menolak kenaikan harga BBM. Kenapa tidak dari yang menolak itu datang menyahuti para buruh?
Menurut Ketua Partai Buruh Said Iqbal, kaum buruh akan terus mengadakan aksi selama 2022 jika tuntutan mereka belum dikabulkan. Menakutkan, sisa tahun 2022 yang dikatakan perekonomian mulai menggeliat harus dihabiskan dengan demonstrasi jalanan oleh para buruh. Lebih-lebih, pada November nanti, buruh-buruh merencanakan untuk mengadakan aksi mogok nasional. Jangankan hingga aksi mogok itu benar-benar terlaksana, andai memang para buruh akan mengadakan aksi setiap hari Kamis, apakah perekonomian yang mulai menggeliat ini akan kaku kembali?
Tapi, menyalahkan dan menatap sinis para buruh yang rela berpanas-panasan di jalanan juga bukan tindakan yang elok. Pasalnya, gaji para buruh belum kunjung mengalami kenaikan yang diharapkan. Gaji yang diharapkan cukup untuk menghadapi gelombang-gelombang inflasi yang akan datang.Â
Belum lagi tuntutan tentang Omnibus law yang masih dipermasalahkan oleh para buruh.Â
Permasalahan kenaikan harga BBM ini masih berbuntut panjang. 1220 responden LSI lebih memilih negara menambah utang daripada menaikkan harga BBM. Apakah para buruh juga berharap negara menambah utang saja agar pembengkakan anggaran sebesar 150 triliun rupiah itu bisa ditutupi?