Tulisan ini telah ditayangkan di website kecil-kecilan kami, Jurnal Harian
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina memang diumumkan secara tiba-tiba. Padahal isunya sudah menyebar sejak dahulu kala. Sampai-sampai ada bocorannya segala. Tapi, apalah daya, konon ini pilihan terakhir pemerintah kita.
Korban mulai berjatuhan. Baik itu pengguna Pertalite dari kalangan pemotor atau pengendara mobil. Salah satunya berasal dari Padang.Â
Dia mengisi Pertalite di salah satu SPBU di Air Tawar, Kota Padang. Lebih presisinya, SPBU bernomor 14.251.510. Biasanya, si pemotor hanya perlu mengeluarkan duit sebesar tiga puluh ribu rupiah agar tangki motornya terisi full.Â
Hanya saja, tanpa mengetahui kapan waktu pastinya harga BBM itu naik, dia harus membayar lebih agar tangki motornya full kali ini. Dari awalnya hanya tiga puluh ribu, sekarang menjadi empat puluh ribu.Â
Hanya kekecewaan yang menyelimuti diri si pemotor. Dia menyayangkan, kenapa pengumuman kenaikan harga BBM harus secara mendadak? Bahkan, pihak SPBU 14.251.510 saja terlihat belum siap dengan kenaikan ini. Menurut si pemotor, plang SPBU saja masih menampilkan harga lama, yaitu 7650 Rupiah per liter. Sepertinya, kenaikan mendadak di siang hari tidak bisa diantisipasi dengan benar oleh pihak SPBU.Â
Padahal siang hari lagi antri-antrinya. Mungkin mereka berpikir, bagaimana kami bisa meraih tangga dan naik ke plang sekedar mengubah harga itu? Mending mengurus banyaknya kendaraan yang mengantri demi bisa minum.
Sangat disayangkan memang. Pengumumannya terkesan mendadak. Menurut kami, akan lebih baik jika memang dinaikkan pada tengah malam. Seperti isu pada tanggal 1 September silam. Kalau namanya antrian menjelang kenaikan, itu adalah konsekuensi alami.Â
Lagian, pemotor dan pengendara mobil sebagai pengguna BBM memiliki kesadaran penuh dengan pilihannya. Aneh sekali kalau mereka masih ingin menikmati BBM versi murah, namun marah dan kesal ketika SPBU langganannya antri panjang mengular. Memangnya dia pikir cuma dia sendiri yang ingin BBM murah?
Omong-omong, si pemotor di Padang tadi juga menandaskan, mending beli Pertalite eceran saja. Hmm, padahal kalau harga Pertalite di SPBU naik, seharusnya harga eceran juga naik dengan selisih sekitar dua hingga tiga ribuan.
 Apa maksudnya ya? Mungkin saja, menurut si pemotor, lebih baik bayar mahal asalkan tidak terlalu lama mengantrinya. Lah, kalau begitu, kenapa tidak sekalian isi Pertamax 92 yang sudah seharga 14.500 Uda?