Kami tidak berpikir bahwa serba durian itu merupakan konsumsi kami di trip ini. Memang enak. Menggugah selera. Tapi, rasanya rasa aneh kalau konsumsi kami itu serba durian. Entah itu sekedar makanan ringan di perjalanan ini. Lebih-lebih, bau tajam durian membayang buruk di ingatan kami. Entah itu sudah menjadi makanan olahan. Bau durian tetaplah bau durian. Tidak disukai. Malah dikira tai oleh kucing.
Kami menunggu lumayan lama. Entah berapa menit. Kami enggan mencatat setiap menit penantian. Anggaplah tiga puluh menit. Salah satu dari kami menatap ke jendela. Menatap ke arah toko oleh-oleh yang sepi itu. Terlihat supir bus kembali. Mereka mengangkut beberapa kantong plastik besar berwarna merah. Sedikit terlihat isinya. Kertas berwarna krem. Jelaslah itu nasi. Ternyata, kami menunggu konsumsi kami sedari tadi. Bukan serba durian. Itu adalah nasi! Nasi adalah makanan pokok kita semua. Beberapa kakak kelas turun dari bus. Mereka berjalan menuju toko. Tidak berapa lama, mereka keluar dari toko tersebut sembari membawa kardus minuman air mineral kemasan kecil.
Semua keperluan telah diselesaikan di pertengahan Jalan Kubang Raya ini. Nasi sudah. Air minum sudah. Bus kembali beranjak. Konvoi melanjutkan perjalanannya. Kali ini, tidak perlu memulai dari kecepatan siput lagi. Siputnya sudah mati. Konvoi langsung steady dengan kecepatan celeng ngamuk. Kami lega sebab hawa-hawa perusak nuansa hati perlahan minggat. Setidaknya, kami kembali meneruskan langkah ke tempat impian kami dengan kecepatan yang kami sukai.Â
Ditulis di Pekanbaru pada 26 Juli 2022Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H