Buah pikiran ini juga telah tayang di kolom komentar ePusnas. Oleh akun Arya Bayu Anggara.
Sebuah penutup yang mengesankan. Dibagi menjadi dua bagian dengan fokus yang tajam. Satu bagian membahas orkestra pertempuran di Minas Tirith. Satu lagi menceritakan ikhwal setengah mati Frodo memusnahkan cicin kekuasaan. Di jantung kekuasaan Sauron. Di Gunung Mordor. Malapetaka menunggu. Kepastian nasib perlu dipertanyakan. Antara kehancuran total atau kejayaan abadi. Resistensi terakhir manusia-manusia merdeka di bawah panji Gondor. Bertarung habis-habisan di gerbang Mordor.
Kedalaman cerita di novel ini jelaslah lebih baik daripada adaptasi filmnya. Wajarlah, satu lembar di buku ini terasa begitu padat dan berat. Pembaca harus fokus dan stabil agar tidak kehilangan arah ketika membaca. Mengundang kantuk secara harfiah.Â
Sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan terlalu dalam. Bayaran yang didapatkan lebih mulia daripada kantuk sesaat ketika membacanya. Deskripsi tempat-tempat di sepanjang pergerakan alur novel begitu hidup. Jika kita berkenan memanfaatkan daya imajinasi kita sedikit, pastilah di depan mata akan terlihat gunung-gunung, padang luas, sebuah kota megah, dan Shire. Bagi yang pernah menonton filmnya, coba ingat kembali soundtrack-nya. Minimal Concerning Hobbit. Jiwa tuan-tuan sekalian akan melayang.
Membaca buku ini adalah keputusan yang mantap. Dalam pikiran kami, tidak masalah jika melewatkan buku pertama dan buku kedua demi penutup ini. Setidaknya, jika pembaca budiman lebih mencari klimaks dan resolusi yang begitu tenang.
Ingatlah, ladang hijau menanti kita semua setelah gerbang kematian itu dibuka.
Ditulis di Pekanbaru pada 1 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H