Kegagalan pada malam 17 Agustus itu memudarkan minat kami untuk memasang sistem operasi Linux. Karena, untuk kesekian kalinya, kami gagal memasang disebabkan oleh suatu permasalahan teknis. Bahkan, kami tidak mendapatkan solusi yang tepat bahkan setelah bertanya ke Google. Akan tetapi, kami tetap menjaga asa di masa mendatang untuk memasang Linux itu.Â
Setelah kegagalan pada malam kemerdekaan itu, kami tetap mencari informasi tentang Linux. Entah itu berupa informasi tulisan atau audiovisual. Bagi kami, informasi tetaplah informasi. Entah itu berbentuk rangkaian kata informatif, atau tangkapan kamera yang menarik hati.Â
Kami menyukai informasi. Kami sangat suka membaca. Apapun kami baca, bahkan yang sering diremehkan orang sebagai bacaan sampah tetap kami baca. Sekedar memuaskan hasrat penasaran kami. Lalu, datanglah media audiovisual yang memanjakan baik mata dan telinga kami. Berbagai konten kreator berbakat menawarkan video-videonya. Kami hanya perlu memilih salah satu untuk disaksikan dan dipahami.Â
Pada akhirnya, kami memilih untuk mendalami hal-hal dasar penting tentang Linux Ubuntu dan Linux Mint. Sepemahaman kami, kedua distro tersebut adalah distro Linux yang paling ramah terhadap pengguna baru. Jelaslah kami target empuk bagi kedua distro tersebut .
Awalnya kami mencoba untuk mendalami hal-hal mendasar tentang Ubuntu. Seperti kami kembali ke masa lalu dan mencoba memasang kembali apa yang seharusnya sudah kami selesaikan satu dekade silam. Bahkan, Ubuntu telah dikembangkan dengan lanjut saat ini. Dari laman resminya saja sudah menjelaskan kemajuan dan keeleganan Ubuntu sebagai distro Linux. Tapi, kami tidak menutup mata terhadap Linux Mint. Sepemahaman kami, distro yang satu ini sangat ramah terhadap para migran yang berasal dari sistem operasi Windows. Ketika melihat salah satu gambar tampilan antarmuka Linux Mint, kami memang merasa familiar sekali. Berbeda dengan tampilan antarmuka Ubuntu yang terkesan begitu berbeda. Konon katanya, tampilan antarmuka Ubuntu merupakan perpaduan antara tampilan antarmuka MacOS dengan Windows. Bagi kami sendiri, tampilan antarmuka bisa dijadikan salah satu bahan pertimbangan sebelum memilih antara kedua distro tersebut. Tapi, kami belum memiliki ketetapan hati yang kuat. Pasalnya, sependek pengetahuan kami, distro Linux dikenal sama stabilnya dan ringan dijalankan. Kami berasumsi bahwa antara Ubuntu dan Linux sama ringannya. Meskipun secara perbandingan ukuran .iso, Ubuntu lebih besar daripada Linux Mint.
Kemudian, kami melanjutkan perselancaran kami di dunia maya. Mencari informasi lebih lanjut tentang kedua distro tersebut. Sehingga kami mendapati salah satu testimoni. Bahwa Ubuntu lebih stabil dibandingkan Linux Mint. Dalam artikel itu, penulis menerangkan bahwa Ubuntu nyaris tidak tersendat. Sementara, Linux Mint masih mengalami beberapa kali tersendat. Pertanyaannya sekarang, apakah kami peduli dengan testimoni tersebut? Sedangkan kami benar-benar hanya akan menggunakan laptop kami sebatas kegiatan yang ringan sekali. Sebatas berselancar di dunia maya dan menulis. Agaknya mengalami tersendat sedikit tidaklah begitu buruk.Â
Dengan membulatkan tekad, kami meyakinkan diri sendiri bahwa kami akan kembali mencoba untuk memasang Linux. Setidaknya beri kami kesempatan untuk satu kali lagi.
Ditulis di Pekanbaru pada 22 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H