Terombang-ambing, pantatku berada di atas pelana kuda mesin
Melaju kencang, sementara jalanan masih ramai dilalui para pengembara urban
Aku hidup menghirup udara segar, sekarang udara bercampur debu miliaran rupiah pun aku hirup
Beberapa jejak aku tinggalkan, sementara langkah ke depan masih samar ditutupi gelap
Kegelapan bergerak menjauh, lampu yang menyorot dari mata kuda melarai gempuran materi hitam
Langit di angkasa tidak terbuka seperti biasanya; tirainya masih menutup rapat
Hanya satu bulan purnama yang bisa aku lihat, sisanya lari bersembunyi di balik tirai semesta yang luas
Palingan hanya Venus yang tercampakkan sendiri di langit barat
Oh!! Sungguh menawan purnama malam ini!!
Lebih semarak lagi karena aku akan pergi ke tempat kondangan, sepasang pengantin memulai bahtera baru kehidupan mereka
Panggung kim dengan megahnya didirikan di atas rumput liar yang ditebas sembarangan
Kerlap-kerlip lampu berputar-putar menghipnotis mata pemirsa
Semua orang larut dalam kebahagiaan
Hanya rembulan dan venus yang bertengger di atas
Selebihnya kami umat manusia yang larut dalam pesta
Sampai jam sakral pun masih kami hoyak dengan gembira
Lupa waktu dan lupa dunia
Perkara akhirnya terpinggirkan, ikut dihoyak-hoyak bersamaan dengan dadu-dadu kim yang nyaring suaranya
Satu hal yang harusnya kami sadari,
Ketika kami sedang asyik sendiri,
Banyak saudara lain yang mati dilahap air di ujung bumi yang lain
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H