Note dan kamera sudah siap, aku pun sudah duduk manis di salah satu rumah penduduk penyelenggara ceremonial maulit nabi besar muhamad SAW. Rasa ingin tahu yang besar tentang  tradisi Malamang untuk perayaan maulit di desa ini menarik langkah saya untuk mencari tahu lebih dekat, memahami makna dan mengenali salah satu budaya di antra ribuan yang lain yang ada di Indonesia.
1 jam yang lalu azan magrib berkumandang.  Sekarang,saat  langit mulai menyambangi gelap, satu persatu undangan yang membantu pengerjaan pembuatan Lamang pun berdatangan, pada umumnya ibu-ibu paruh baya, mereka masing-masing membawa beras atau buah sebagai buah tangan untuk si tuan rumah, tak lupa juga membawa pisau dapur sebagai tanda meraka datang untuk membantu pekerjaan dapur menjelang hajatan peringatan maulit nabi.
Yang diundang adalah tetangga dan besan dari tuan rumah, tentunya tetangga yang datang yang berbeda suku dan surau, karena yang dapat giliran mengadakan ceremonial ini adalah suku sikumbang dari surau duku, tentunya tetangga dengan suku dan surau yang sama juga sesibuk seperti tuan rumah sekarang ini juga.
Daun pisang dan sepotong daun pandan mulia di masukan ke dalam Buluah (red:bambu) orang pariaman biasa menyebutnya ma aleh buluah, ibu-ibu yang lain ada yang memersiapkan memasak lauk pauk untuk disajikan dihajatan besok.ma aleh buluah selesai, saatnya mamasuka kan beras ke dalam buluah beserta santannya untuk lamang beras, dan memasukan adonan pisang yang dikasi gula merah untuk lemang pisang, ada juga lemang pancih (red:singkong), dan lemang kanji khusus lemang kanji agak mirip dengan dodol, bedanya ini dimasak dalam bambu atau buluah.
Malam semakin larut, Para tamu sempat ber istirahat sebentar dari rutinitas tadi, tuan rumah menyediakan waktu untuk makan bersama sebelum melanjutkan kegiatan, sudah lumayan larut tetapi , penngerjaan lemang harus dilanjutkan, karena lemang harus turun ke tempat pemanggangn sekitar jam 1 atau jam dua pagi ini, agar lemang bisa matang saat matahari sudah muncul.
Perapian untuk membakar lemang pun disiapkan, buluah-buluah yang sudah diisi tadi pun siap di susun di atas bantalan besi sepanjang 3 M kiri kanan dan ditengah-tengahnya ada tumpukan sabut kelapa kering, kayu pelapah kelapa dan kayu besar sebagai penahan api, lemang siap dibakar. Ibu-ibu yang menunggui perapian sesekali membolak-balik lemang agar matang sempurna, dan menambahkan santan sedikit demi sedikit untuk lemang yang kelihatan kekurangan santan, besar api terus dijaga untuk menjaga agar lemang mateng tidak setengah-setengah.
Lebih kurang 6 jam proses pembakaran lemang sampai benar-benar matang, kematangan juga terlihat dari buluah yang sudah keriput dan berubah warna, juga daun pisang yang sudah sangat layu. Satu persatu lemang dimasukan karung dan seterusnya di susun di dalam rumah, setelah agak dingin, sebagian lemang di kupas dibungkus dengan daun pisang untuk di bagikan ke tetangga, sebagian lagi dibalut Koran untuk dibawa ke surau,  dan di bagikan ke besan-besan tuan rumah, juga sebagai buah tangan dari tuan rumah untuk tamu-tamu yang datang.
Tidak hanya lemang, malam saat acara akan dimulai para menantu akan datang membawa kue yang disusun sedemikian cantik dan janur buah. Semua hidangan dari tuan rumah maupun menantu malam acara akan dibawa ke surau. Â begitu juga nasi lengkap dengan lauknya juga dipersiapka dari malam untuk hidangan disurau ke esokan siangnya.
Malam ceremonial di surau : ada syalawat dulang yang dikumandangkan sepanjang malam sampai menjelang zuhur esoknya. Janur buah dan kue ditata di ruangan surau membentuk syaf, juga ada pohon uang dari masyarakat ratau dan masyrakat setempat untuk perbaikan atau renofasi surau, terlihat sangat megah paduan berbagai macam warna ditambah terangnya lampu surau. Usatad dan lebay terus bersyalawat sampai jelang tengah malam saat istirahat lebay dan masyarakat yang datang diperbolehkan memakan hidangan kue dan buah yang tersedia, kemudian melanjutkan kembali syalatannya. Saat azan zuhur berkumandang, lebay berhenti syalawat untuk segera melaksanakan sholat zuhur berjamaah, dan istirahat. Diwaktu ini lah tuan rumah yang sudah menyiapkan nasi dan lauk mengantarkan hantarannya ke surau, ini akan dimakan bersama lebay dan masyarakat kampung yang datang, nasi dan lauk dalam tempat khusus yang disebut jamba, tempat ini terbuat dari lidi yang di anyam dan ditutup tudung yang terbuat dari daun rumbia. Diatasnya dihiasi kain berwarna mencolok yang disebut dulamak. Setelah acara makan selesai, lebay kembali melanjutkan syalawatan yang terdengar semakin bersemangat, hingga menjelang ashar acarapun selesai, lebay membawa pulang lemang dan kue pemberian panitia, penghituangan secara bersama-sama uang yang didapat hasil sumbangan warga. Dan acarapun selesai.
[caption id="attachment_321105" align="alignleft" width="336" caption="Proses awal Ma-Aleh Buluah"][/caption] [caption id="attachment_321106" align="alignright" width="240" caption="memasuk kan isian lemang ke dalam Buluah"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H