Menuju perkembangan pembangunan ke arah industrialisasi yang mana persaingan kerja semakin ketat, sangat diperlukan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Masyarakat pekerja memiliki peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujaun pembangunan, dengan berkembangnya iptek maka diperlukan adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki produktivitas yang tinggi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya dain di era globalisasi (Natizatun, 2018).
Peningkatan ini selain dilihat dari segi positif dengan bertambahnya tenaga produktif, tetapi status kesehatan dan gizi pekerja umumnya belum mendapat perhatian yang berakibat akan menurunkan produktivitas kerja dan ongkos produksi menjadi tidak efisien (Natizatun, 2018). Pelayanan kesehatan dan gizi yang belum memadai antara lain dapat dilihat bahwa pada pekerja kelas menengah kebawah umumnya menderita kurang gizi seperti Kurang Energi Protein (KEP), anemia serta sering menderita penyakit infeksi. Sedangkan pada pekerja kelas menengah keatas, umumnya terjadi kegemukan atau obesitas. Masalah gizi pada pekerja sebagai akibat langsung yakni kurangnya asupan makanan yang tidak sesuai dengan beban kerja atau jenis pekerjaannya (Siwi NP, 2018).
Kebutuhan akan kalori dan zat-za gizi bagi pekerja khususnya pekerja laki-laki dengan jenis pekerjaan ringan 2.400 kalori, sedang 2.600 kalori, dan berat 3.000 kalori. Sedangkan untuk pekerja wanita dengan jenis pekerjaan ringan 2.000 kalori, sedang 2.400 kalori, dan berat 2.600 kalori. Kebutuhan akan kalori pekerja laki-laki dan wanita berbeda karena pada wanita jaringan lemak bawah kulitnya lebih tebal sehingga pengeluaran proses tubuh lebih kecil (Hartriyanti Y, 2020).
Setiap gram zat gizi karbohidrat menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori dan putih telur atau protein 4 kalori. Karbohidrat, lemak dan putih telur (protein) merupakan bahan bakar (sumber tenaga), vitamin dan mineral sebagai pengatur serta air sebagai pelarut. Tidak cukup dengan menu sehat saja. Selain sehat menu juga harus seimbang yaitu memenuhi syarat lain: kualitas baik (sesuai 4 sehat 5 sempurna), kuantitas cukup, proporsi zat gizi yang mengandung energi harus seimbang, selain itu tidak bertentangan dengan adat istiadat dan kepercayaan serta memenuhi selera makan tenaga kerja (Susanti EM, 2017).
Yang dimaksud dengan proporsi zat gizi yang mengandung energi harus seimbang adalah agar zat--zat gizi tersebut dapat digunakan didalam tubuh dengan sempurna, dan komposisinya adalah: 12%-15% proporsi protein (hewani dan nabati sama banyaknya), lemak 20%-25% dan karbohidrat 60%-70%. Bagi pekerja yang bekerja shift malam, karena aktifitas tubuh/kerja otot meningkat dapat dikategorikan sebagai kerja berat dan membutuhkan 3.000 kalori, sehingga membutuhkan tambahan kalori sebanyak 400 kalori (Hartriyanti Y, 2020).
Kekurangan atau kelebihan energi sama-sama tidak baik untuk keselamatan dan kesehatan kerja. Kekurangan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dibutuhkan/dikeluarkan oleh tubuh akan mengakibatkan berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal), sedangkan apabila konsumsi energi melebihi dari energi yang dibutuhkan/dikeluarkan tubuh, maka akan terjadi kegemukan yang akan menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh dan merupakan resiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan dapat memperpendek harapan hidup (Siwi NP, 2018).
Faktor yang mempengaruhi status gizi pekerja adalah faktor ekonomi, dimana penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari. Meskipun demikian, sebenarnya keluarga yang berpenghasilan yang terbatas juga dapat menghidangkan makanan yang cukup memenuhi syarat gizi bagi pekerja tersebut. Kemudian faktor pengetahuan, faktor terhadap bahan makanan tertentu, faktor fadisme atau rasa suka pada makanan tertentu, faktor pola makan, dan faktor lingkungan kerja (Natizatun, 2018). Penilaian status gizi terbagi menjadi 2 yaitu penilaian gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung seperti pengukuran antropometri, klinis, biokimia, dan biofisika. Sedangkan penilaian tidak langsung seperti survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. (Susanti EM, 2017).
Penatalaksanaan yang dapat dilaakukan terhadap status gizi pekerja yaitu dengan melakukan pengukuran IMT secara rutin untuk mengantisipasi jumlah tenaga kerja yang mengalami kegemukan ataupun gizi kurang, serta perlunya penyusunan menu makanan dengan gizi seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori tenaga kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Hartriyanti Y, dkk. 2020. Gizi Kerja. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Natizatun, Nurbaeti TS, Sutangi. 2018. Hubungan status gizi dan asupan zat gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja industri di Industri Rumah Tangga Peleburan Alumunium Metal Raya Indramayu Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Masyarakat 3(2): 72-78.