Usai mengalahkan lawannya di final bulu tangkis Asian Games kemarin, Jonthan Christie (Jojo) memberikan pernyataan menarik, "Semua sudah selesai, turun dari podium saya sudah bukan juara lagi. Saya dan seluruh tim akan mulai dari awal lagi untuk kejuaraan berikutnya!
Menurut saya seperti itulah gambaran wisuda, layaknya sebuah kemenangan yang dirayakan usai perjuangan yang luar biasa melelahkan selama mengikuti perkuliahan. Mulai dari perjuangan bangun pagi untuk kuliah, hingga mengejar-ngejar dosen supaya skripsinya di-ACC.Â
Dan tak lupa, mondar mandir ke tukang Photo Copy untuk melengkapi berkas yang diperlukan.Usai wisuda, para sarjana seperti orang yang turun dari podium, harus mulai dari awal lagi untuk step perjuangan berikutnya.Â
Terkait wisuda, Gus Zaim, penulis tenar dan fenomenal memberikan sedikit pesan buat para wisudawan kali ini. Ia mengatakan, wisuda merupakan euforia yang fana, momen kebahagiaan yang cepat usai. Â
Tapi tidak apa, jika untuk sekedar dirayakan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh dzat Yang Maha Kuasa. Namun, mereka harus ingat, wisuda itu bukan akhir, justru baru mulai ke perjuangan yang sesungguhnya.
Senada dengan Gus Zaim, Ustaz Fakhruddin Aziz, salah seorang dosen di Fakultas Syari'ah dan Hukum di UIN Walisongo mengungkapkan, wisuda adalah awal dari permulaan. Yang akan mengukur seberapa kuat kekuatan dalam kompetensi yang akan dihadapi nanti adalah, seberapa banyak bekal yang sudah dipersiapkan.
Lebih lanjut, bapak dua anak ini mengatakan, Â momen wisuda adalah simbol menjadi seorang sarjana, yang diasosiasikan sebagai bentuk bertambahnya ilmu. "Nah, bertambahnya ilmu merupakan bagian dari karunia Tuhan yang patut untuk disyukuri. Yaitu dengan cara mengaktualisasikan keilmuan supaya bisa bermanfaat bagi sesama," Urainya kala itu.
Kata Nabi, Ilmu adalah cahaya. Bertambahnya ilmu berarti bertambahnya cahaya yang dimiliki. Pun demikian, cahaya itu tidak akan menjadi apa-apa jika tidak digunakan untuk menyinari jalan supaya bisa selamat sampai tujuan. Pendek kata, ilmu tidak akan bermanfaat jika tidak digunakan. Jadi bukan seberapa banyak ilmu yang dikoleksi, akan tetapi seberapa manfaat ilmu itu.
Demikian pula, seorang sarjana seperti halnya pendaki gunung, semakin tinggi bukit yang di daki, semakin luas juga pandangan yang bisa ia lihat. Sehingga semakin paham keanekaragaman yang ada. Â Bukan malah beranggapan, semakin tinggi gunung yang didaki, supaya makin banyak orang yang melihat dan memperhatikan. Â
Uraian tersebut seirama dengan pesan menarik dari salah seorang guru mulia, "Jika kamu punya senter untuk menerangi sebuah jalan di kegelapan malam, maka sinarilah arah jalannya supaya orang yang di belakangmu bisa berjalan dengan selamat. Jangan malah menyinari wajahmu, agar yang di belakangmu melihatmu".(Rif)
TABIKÂ