Sabtu, 14 Juli 2007
07.59 WIB.
Seekor ular muda berteriak kesakitan
Di tepi pekuburan tua
Di dekat jalan setapak
Membentang menuju ke balik bukit ketenangan
Ia mulai menggeliat
Meliuk-liuk
Dari kejahuan tampak
Tubuhnya mengkilat di bawah temaram cahaya bulan sabit
Bak seorang penari telanjang bar Pardede Hotel
Tubuhnya yang selalu menyemburkan keringat kebisuan
Tak ada yang berani menyapa
Semuanya menganggap dia sedang melakukan sebuah ritual
Ritual yang penuh kesesatan
Semua memilih untuk menyingkir
Takut akan tertular kutukan pada suatu masa
Kulitnya mulai rontok berjatuhan
Hingga hampir tak bersisa
Tampaklah, dagingnya yang polos tak bercorak
Menandakan keapaadaannya
Ia terkulai lemas
Di pangkuan belukar yang kering
Semua terdiam
Hanya suara bintang-gemintang yang berkedap-kedip
Di langit-langit kehampaan
Ia mulai tersadar
Bahwa semua peserta kehidupan
Memerhatikannya dengan pandangan yang sinis nun bengis
Karena ia telah mengusik tata aturan alam
Sebuah cahaya putih kemerahan
Tiba-tiba muncul
Dari balik punggungnya
Berjalan melintasi sisa-sisa kelupasan kulitnya
Menuju kepala membentuk bundaran
Cahaya itu semakin terang
Hingga berubah menjadi sebuah mahkota raja
Berkilauan, terbuat dari platinum
Kulitnya pun berangsur-angsur tumbuh
Bercorakkan warna kedewasaan dan kasih sayang
Menyebar tak berhingga kepada seluruh partisipan kerajaan alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H