Malam kian larut, hening, diam, terkadang aku harus memaksakan diri untuk merebahkan badan diatas ranjang itu, tuk lepas penat dan menyongsong esok. Tapi jiwa itu memaksaku untuk meronta menjadi tak kuasa dalam hening dan sendiriku.
Berkecamuk aku, seringkali terlintas pikiran tuk berlari dalam angan yang terhempas. Sungguh sebuah harapan yang ingin ku bangkitkan, tapi tak mampu hanya menunggu sirna.
Aku seolah membiarkannya bangkit, melihat bahagia yang sakit tak ditengahi. Aku insan yang terkadang gugur dalam dekapan asa, tanpa mampu ku berdiri. Melihat sebuah sepi tanpa lagi tersungging senyuman penuh energi, bak terurai indahnya mahkota tergerai.
Terpojok aku dalam buaian kisah yang tak kusiapkan sebelumnya, tetapi kuhadapi kenyataannya, begitu indah, walau terburu kau tutup, tanpa ku sempat memahami apa yang telah terjadi. Ku hanya memahami bahwa sebuah asa yang kuperlukan dari mu, dalam sebuah langkah yang temaram, tak hanya menjadi lilin yang kan habis, tetapi melekat dalam langkah yang indah tuk bersama.
Begitu mendalam, sehingga jemari pun tak mampu tersinkronkan dengan pikiran yang terus melangkah. Sebuah cerita dalam lembaran kalbu yang mungkin hanya kita yang tau, betapa terkoyaknya lembaran demi lembaran ini, akhirnya menghujam sampai tangis tak lagi terurai, hanya sanggup menari, bersama hati di kala sunyi.
Aku tetap selalu menjadi bayang semangatmu, sampai kelak sampai pada tujuan. Mungkin hanya menjadi kenangan bagimu, tapi.... menjadi lelahku dalam menulis kembali lembaran terkoyak itu, yang kan ku tulis dengan segenap hati, terpigura dalam relung terdalam, kesunyian tarian sunyi.
Bandung, 20 september 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI