Mohon tunggu...
arvindaisnaini putri
arvindaisnaini putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswi Universitas Airlangga semester 1 dengan prodi D3 Perpajakan fakultas vokasi. Kesibukan saya selain seorang mahasiswi aktif saya juga bekerja sebagai guru pada sebuah bimbingan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Benturan Pola Asuh Strict Parents dengan Kebebasan Gen Z

19 Desember 2024   11:24 Diperbarui: 20 Desember 2024   14:06 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Menjadi orang tua bukanlah hal yang mudah, karena orang tua harus memahami dan mengerti kondisi serta pertumbuhan anak. Para orang tua juga harus menemukan pola asuh yang tepat, sebab hal tersebut sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak itu sendiri. Setiap manusia terlepas dia anak maupun orang tua juga berhak mendapatkan kebebasan. Dalam konteks yang dimaksud, bebas bukan berati tidak mempunyai aturan atau tidak terarah. Namun, kebebasan yang akan saya bahas saat ini adalah kesempatan yang diberikan kepada anak untuk membuat keputusan sendiri, mengeksplorasi minat, dan mengekspresikan diri tanpa pengawasan yang berlebihan atau aturan yang terlalu ketat. Banyak seorang anak yang merasa kehilangan akan hal kebebasan. Memang pada dasarnya setiap orang tua memiliki kewajiban untuk membimbing serta mengasuh anak mulai hingga beranjak dewasa. Orang tua sangat berpengaruh pada sikap dan pengembangan diri anak. Namun, dalam mengasuh serta membimbing anak juga mempunyai batasan dan cara tersendiri agar anak merasa nyaman dan merasa dipahami. Mungkin orang tua yang mempunyai sifat strict parents ini berpikir bahwa hal yang dilakukan tersebut benar, karena dari segi zaman juga sudah berevolusi yang dimana sekarang semakin maju dan mungkin tidak semua orang dapat memposisikan dirinya pada zaman sekarang ini. Umumnya, orang tua strict parents memiliki ciri seperti tidak mempercayai anak, tidak membiarkan anak memilih dan berpendapat, berlebihan dalam memberikan aturan. Seorang anak juga ingin dimengerti, ingin bebas mengekspresikan dirinya sendiri. Terkadang hal hal yang dilakukan oleh orang tua strict parents justru membuat anaknya mengalami tekanan yang dapat merugikan ia dan orang tuanya sendiri. Banyak kasus anak yang terkena arus negative karena ia malah mencoba dan mencari kebebasan diluar. Ada juga anak yang merasa stress karena tidak mempunyai tempat untuk bercerita. Anak yang memiliki orang tua strict parents mayoritas memendam masalahnya sendiri. Sebab, apabila ia menceritakannya justru dapat memperkeruh masalah. Mungkin dalam pandangan orang tua mereka sudah melakukan yang terbaik, namun hal itu susah diterima bagi anaknya. Bahkan saat anak melakukan kegiatan positif, hal tersebut malah tidak mendapat dukungan dari orang tuanya. Contohnya, apabila ada orang tua yang terlalu sering melarang anak dalam banyak hal, terutama ketika anak ingin mengembangkan talenta mereka atau mengikuti sebuah kegiatan yang mereka sukai, hal tersebut akan membuat anak menjadi merasa terkekang dan akhirnya jadi tidak memiliki rasa percaya diri untuk melakukan banyak hal. Terdapat beberapa dampak strict parents pada anak, yaitu:

  • Anak lebih suka berbohong
  • Ketika anak didisiplinkan dengan cara yang terlalu mengekang, maka akan muncul rasa takut pada anak terhadap orang tuanya. Karena setiap yang mereka lakukan sekalipun hal tersebut merupakan kegiatan positif, mereka juga tidak mendapat dukungan dari orang tuanya. Ketika anak ingin mencari ketenangan diluar rumah karena ia mendapat tekanan strict parents, ia juga tidak mendapat izin dari kedua orang tua. Jadi, mayoritas anak yang merasakan strict parents menjadi lebih suka berbohong dan menyembunyikan sesuatu dari kedua orang tuanya agar ia dapat melakukan apa yang dia inginkan. Orang tua berpikir bahwa setiap hal yang dilakukan anaknya merupakan hal negative. orang tua dengan strict parents berpikir bahwa anaknya tidak dapat menjaga dirinya dengan baik dan lebih suka memandang anaknya masih anak kecil walaupun anak tersebut sudah beranjak dewasa.
  • Anak menjadi kurang percaya diri
  • Kehilangan rasa percaya diri juga dapat disebabkan karena orang tua yang jarang memberikan kepercayaan serta kesempatan untuk melakukan sesuatu pada anak dan dilarang untuk mengungkapkan pendapat. Ketika anak ingin mengembangkan dirinya misalnya pada saat disekolah-pun anak juga tidak mendapat persetujuan dari orang tuanya. Hal ini juga menimbulkan anak menjadi sering dibuly dengan teman-temannya. Mengapa demikian, karena anak yang memiliki orang tua strict parents mayoritas tidak bisa mendapatkan banyak teman. Saat teman-teman seumurannya bermain, justru ia lebih sering diam di rumah. Ia merasa terkucilkan dan juga lebih berpotensi memiliki jiwa introvert atau pendiam.
  • Anak menjadi tidak bahagia
  • Beberapa penelitian, salah satunya adalah penelitian yang dirilis oleh The Journal of Psychology, menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki strict parents cenderung tidak merasa bahagia, merasa cemas dan khawatir, sampai dengan menunjukkan gejala-gejala depresi. Hal tersebut bisa terjadi karena anak merasa tertekan oleh sikap orang tuanya. Terlebih apabila orang tua saat memaharahi anaknya melontarkan kata kata yang dapat menyakiti hati anaknya.

  • Salah satu faktor mengapa orang tua menjadi strict parents salah satunya adalah perbedaan cara berpikir. Pola piker gen z dengan gen milenial sangat berbeda. Orang tua yg strict parents biasanya tidak mengetahui perkembangan zaman. Banyak orang tua tidak memahami atau kurang beradaptasi dengan perubahan teknologi, budaya, dan cara pandang anak muda. Contohnya, penggunaan media sosial sering dianggap negative oleh orang tua, meskipun untuk Gen Z itu adalah bagian penting dari kehidupan sosial dan pendidikan mereka. Parahnya, terdapat juga Sebagian orang tua yang membatasi waktu bermain hp anaknya walaupun anaknya sudah beranjak dewasa. Padahal, pada zaman globalisasi ini handphone sangat diperlukan setiap waktu, karena banyak informasi yang biasanya disampaikan melalui media sosial. Orang tua mungkin merasa bahwa dunia saat ini lebih berbahaya dibandingkan masa mereka. Ini membuat mereka merasa perlu mengontrol anak-anak agar terhindar dari risiko seperti gagal di sekolah, kenakalan remaja, atau ancaman teknologi seperti cyberbullying. Namun, tidak semua anak memiliki keinginan untuk berbuat negative. seorang anak juga ingin mendapat kebebasan dan kepercayaan agar ia dapat tumbuh kembang dengan baik. Adapun salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh anak maupun orang tua dalam menyikapi hal tersebut, yaitu komunikasi. Komunikasi yang dimaksud seperti seorang anak mampu mengawali dengan cara terbuka kepada kedua orang tuanya, namun hal tersebut dilakukan dengan cara yang halus agar orang tua juga dapat lebih memahami perasaan anaknya. Orang tua juga harus mau menerima pendapat dari anaknya dan bertanya langsung ke anak tentang kebutuhan dan tantangannya.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun