Mohon tunggu...
Arviantoni Sadri
Arviantoni Sadri Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya adalah sarjana dari Universitas Negeri Jakarta dan magister dari Universitas Indonesia dan calon kandidat doktor (Insya Allah).\r\nsaat ini beraktivitas sebagai kepala sekolah di SDIT Ibnu Sina Duren Sawit, aktif sebagai staff pengajar di Bina Sarana Informatika, Konsultan lembaga pendidikan Islam dan trainer pengembangan kompetensi guru. follow di @asadri web: arviantoni.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

LHI: Lha Hukumannya Iniaja...

9 Desember 2013   08:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:09 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13865517012047637429

"Saya kira malah dua puluh tahun" itulah tanggapan Lutfi Hasan Ishak (LHI) terhadap tuntutan jaksa KPK yang menuntut LHI 18 tahun penjara.  Banyak makna yang tersirat dari pernyataan tersebut diantaranya adalah :

  • Pernyataan tersebut menggambarkan sikap apatis dari LHI yang merasa pesimis bahwa pengadilan yang dihadapinya adalah pengadilan dagelan yang penuh dengan pesanan-pesanan pihak tertentu sehingga tuntutan bebas seolah-olah sudah tertutup.
  • Peryataan tersebut juga bermakna kesiapan LHI menghadapi ujian yang lebih berat yaitu dari statusnya sebagai tersangka menjadi terpidana.
  • Makna lain adalah berapapun hukumannya LHI tetap tersenyum

Ya...semenjak ditangkap oleh KPK dengan suasana yang diciptakan sangat dramatis hingga sidang terakhir penuntutan dan bahkan hingga sidang vonis hari ini LHI tidak pernah kehilangan senyumannya. Senyuman tersebut tulus dan tidak dibuat-buat persis sama dengan senyumannya saat sebelum ditangkap KPK. Senyuman lepas LHI ini menggambarkan gesture tubuh yang sangat tenang dan penuh dengan keyakinan bahwa dirinya dalam keadaan terdzolimi dan dengan keyakinan tersebut memberikan kesempatan pada LHI untuk berdoa sebanyak-banyaknya. Karena doa orang yang terdzolimi tidak ada hijab dan langsung terkabul oleh Allah SWT.

[caption id="attachment_282736" align="aligncenter" width="300" caption="Tetap tersenyum meski tersangka, terlihat ketenangannya (Republika.co.id)"][/caption]

Hari ini, tanggal 9 Desember LHI akan mengahadapi keputusan sidang dan banyak pengamat melihat sulit bagi hakim akan memutuskan bebas LHI karena membutuhkan keberanian yang luar biasa bagi Hakim mengingat kasus LHI seakan sudah divonis oleh publik karena  cap koruptor pada LHI sudah sangat melekat.

Cap koruptor pada LHI sangat melekat gara-gara :

  • Berteman dengan calo proyek yang memanfaatkan namanya untuk dijual pada pengusaha-pengusaha, seharusnya jadi korban malah tercap koruptor. Jadi hati-hati berteman dengan calo, termasuk calo opini.
  • Karena calo proyek tersebut menjual namanya sehingga dengan mudah tuduhan "akan" menerima suap diarahkan ke muka LHI. Hati-hati mungkin suatu saat ada orang yang pernah bertemu dan pernah kenal dengan anda lalu tiba2 tertangkap membawa ganja kemudian dikatakan akan diberikan kepada anda.
  • Membahas peredaran daging oplosan Babi dengan pengusaha sehingga dengan mudah dituduh bersepakat menaikan impor daging. Hati-hati diskusi dengan pengusaha nanti bisa dianggap konspirasi mengguncang ekonomi negara.
  • Menampung sumbangan para dermawan untuk disalurkan pada masjid-masjid dan yayasan Islam sehingga dituduh pencucian uang. Hati-hati ustadz yang menampung sumbangan di pinggir jalan nanti bisa dituduh pencucian uang.
  • Berprofesi sebagai politisi sekaligus sebagai pengusaha.

Anggaplah LHI diputus bersalah hari ini maka LHI akan dihukum sebagai koruptor penerima suap yang tidak pernah menerima uangnya sama sekali dan LHI dihukum pencucian uang atas suap yang tidak pernah diterimanya. Maka dengan kondisi tersebut wajarlah LHI dalam pledoi pembelaannya menantang majelis hakim untuk bertemu kembali di pengadilan Akhirat untuk membuktikan siapa yang benar sesungguhnya. Wallahu'alam bishowab. arsad

Jakarta, 9 Desember 2013

@asadri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun