“Tapi apa, Ayu?” Arist menatapnya, matanya mengisyaratkan harapan sekaligus ketidakpastian.
Ayu menghela napas panjang. “Aku harus jujur. Keluargaku sudah punya harapan lain untukku. Mereka sudah memilih seseorang… seseorang yang mereka pikir lebih cocok untuk masa depanku.”
Wajah Arist sedikit berubah, namun ia tetap berusaha tenang. “Dan bagaimana dengan perasaanmu sendiri, Ayu? Apa kamu bahagia dengan pilihan itu?"
Pertanyaan Arist membuat Ayu kembali terdiam. Selama ini, ia selalu memprioritaskan keinginan keluarganya, menekan keinginannya sendiri demi kebahagiaan orang-orang yang ia cintai. Namun sekarang, ada seseorang di depannya yang memperlakukannya dengan cara yang berbeda, yang memberinya ruang untuk menjadi dirinya sendiri.
Malam itu, Ayu tidak bisa tidur. Pikirannya berputar-putar antara kebahagiaan keluarganya dan kebahagiaan dirinya sendiri. Ia memikirkan sosok Arist yang tenang, pengertian, dan selalu mendukung apa pun keputusannya. Di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan harapan keluarganya. Semua ini membuatnya bimbang, berada di persimpangan antara takdir yang sudah ditetapkan dan pilihan hati yang ingin ia ambil.
Beberapa hari kemudian, Ayu bertemu Arist lagi di tempat biasa mereka. Namun kali ini, ada keputusan yang telah ia buat. “Arist, aku sudah memikirkan semuanya. Aku tidak bisa melawan kehendak keluargaku… Mereka ingin aku menjalani kehidupan dengan seseorang yang mereka anggap tepat. Aku tidak ingin mengecewakan mereka.”
Arist tersenyum, namun di balik senyumnya tersimpan luka yang dalam. “Jika itu keputusanmu, Ayu, aku akan menghargainya. Meski sebenarnya aku yakin kamu punya hak untuk memilih.”
Ayu menunduk, merasakan air mata yang tak mampu ia tahan. Ia menyadari bahwa ia tidak bisa memenuhi keinginannya sendiri karena takut menyakiti orang-orang yang dicintainya.
Waktu pun berlalu. Ayu menjalani hari-harinya seperti biasa, meski hatinya kosong. Arist sudah pergi dari kehidupannya, dan ia menjalani hubungan dengan orang pilihan keluarganya. Namun, di lubuk hatinya, ada ruang yang masih menyimpan kenangan bersama Arist. Setiap kali ia melewati taman kota, tempat mereka bertemu untuk pertama kali, kenangan itu kembali mengalir, membuatnya tersadar akan pilihan yang ia ambil.
Hingga suatu hari, Ayu melihat postingan di media sosial yang ditulis oleh Arist. Isinya singkat, namun sangat dalam: “Kadang kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, di mana kita harus mengorbankan kebahagiaan kita demi kebahagiaan orang lain. Namun, apapun keputusan yang diambil, hidup harus tetap berjalan.”
Membaca kalimat itu, Ayu tersadar. Hidup memang adalah serangkaian pilihan, dan takdir bukanlah sesuatu yang mutlak harus diterima tanpa dipertanyakan. Ada saat-saat di mana kita harus berani memilih kebahagiaan kita sendiri tanpa mengorbankan kebahagiaan orang lain. Ayu merasa bahwa saat itu, ia telah mengabaikan perasaannya sendiri.