[caption id="attachment_365273" align="alignnone" width="827" caption="sumber migrancare"][/caption]
Kebijakan Jokowi tentang grasi menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat, entah ini bentuk pencitraan Jokowi sebagai anti thesa kebijakan Presiden sebelumnya yang tidak tegas, atau untuk sekedar pengalihan isu penundaan pelantikan Kepala Polri yang dapat berujung pada pemecatan (impeachment) Jokowi sebagai Presiden. yang jelas dengan kebijakan menolak grasi terpidana narkotika akan berakibat memperlemah diplomasi luar negeri Indonesia. Di mata internasional akan berakibat nyata dan berdampak besar terhadap ratusan TKI yang menunggu hukuman mati, utamanya di Malaysia dan Arab Saudi.
Kini upaya para diplomat Indonesia akan ditertawakan, negara lain akan memicingkan sebelah mata apabila upaya pembebasan mati TKI dilakukan aparat Indonesia. Sebagai konsekuensi dari tindakan Jokowi, Pemerintah Malaysia akan membuat langkah lebih "kejam" mengingat Indonesia telah melangkah terlalu jauh. Apabila ini terjadi maka TKI yang akan menanggung akibatnya.
Pelanggaran Mendasar Hak Azasi
Eksekusi mati terhadap terpidana mati kasus narkotika dapat dinilai sebagai pelanggaran hak-hak manusia yang berat (gross violation of human rights), karena eksekusi hukuman mati merupakan hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan harkat manusia.
Indonesia sudah meratifikasi Kovensi PBB tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui legislasi UU 12/2005. Dalam Pasal 6 Ayat 1 ICCPR, hak untuk hidup adalah hak paling mendasar yang melekat pada diri setiap orang, wajib dilindungi oleh hukuman UUD . Sebelumnya juga negara RI Â sudah meratifikasi Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia melalui legislasi UU No. 5/1998.
Bertentangan Dengan UUD 1945
Banyak ahli hukum yang menyatakan dan ini sebuah keniscayaan bahwa hukuman mati diakomodir di KUHP. Tapi ternyata hukuman mati bertenangan dengan peraturan diatasnya lho, yaitu bertentangan dengan Pasal 28A UUD 1945 hasil perubahan. Sebelumnya, eksekusi ini melawan Pasal 9 Ayat 1 UU No. 39/1999. Oleh karena itu, keputusan pemerintah dalam hal pemberian grasi,seharusnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi maupun UU. Karena pelaksanaan eksekusi hukuman mati ini melanggar hak untuk hidup, hak yang tidak dapat dipulihkan lagi. Oleh karenanya harus disadari hanya Tuhan yang berhak mematikan ciptaannya, bukan hakim Indonesia yang putusannya banyak kelirunya, ngaco.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H