Mohon tunggu...
Sheila Madjid
Sheila Madjid Mohon Tunggu... -

Hobi traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebijakan Jokowi Perlemah Diplomasi Luar Negeri Indonesia

20 Januari 2015   22:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:43 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_365273" align="alignnone" width="827" caption="sumber migrancare"][/caption]

Kebijakan Jokowi tentang grasi menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat, entah ini bentuk pencitraan Jokowi sebagai anti thesa kebijakan Presiden sebelumnya yang tidak tegas, atau untuk sekedar pengalihan isu penundaan pelantikan Kepala Polri yang dapat berujung pada pemecatan (impeachment) Jokowi sebagai Presiden. yang jelas dengan kebijakan menolak grasi terpidana narkotika akan berakibat memperlemah diplomasi luar negeri Indonesia. Di mata internasional akan berakibat nyata dan berdampak besar terhadap ratusan TKI yang menunggu hukuman mati, utamanya di Malaysia dan Arab Saudi.

Kini upaya para diplomat Indonesia akan ditertawakan, negara lain akan memicingkan sebelah mata apabila upaya pembebasan mati TKI dilakukan aparat Indonesia. Sebagai konsekuensi dari tindakan Jokowi, Pemerintah Malaysia akan membuat langkah lebih "kejam" mengingat Indonesia telah melangkah terlalu jauh. Apabila ini terjadi maka TKI yang akan menanggung akibatnya.

Pelanggaran Mendasar Hak Azasi

Eksekusi mati terhadap terpidana mati kasus narkotika dapat dinilai sebagai pelanggaran hak-hak manusia yang berat (gross violation of human rights), karena eksekusi hukuman mati merupakan hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan harkat manusia.

Indonesia sudah meratifikasi Kovensi PBB tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui legislasi UU 12/2005. Dalam Pasal 6 Ayat 1 ICCPR, hak untuk hidup adalah hak paling mendasar yang melekat pada diri setiap orang, wajib dilindungi oleh hukuman UUD . Sebelumnya juga negara RI  sudah meratifikasi Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia melalui legislasi UU No. 5/1998.

Bertentangan Dengan UUD 1945

Banyak ahli hukum yang menyatakan dan ini sebuah keniscayaan bahwa hukuman mati diakomodir di KUHP. Tapi ternyata hukuman mati bertenangan dengan peraturan diatasnya lho, yaitu bertentangan dengan Pasal 28A UUD 1945 hasil perubahan. Sebelumnya, eksekusi ini melawan Pasal 9 Ayat 1 UU No. 39/1999. Oleh karena itu, keputusan pemerintah dalam hal pemberian grasi,seharusnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi maupun UU. Karena pelaksanaan eksekusi hukuman mati ini melanggar hak untuk hidup, hak yang tidak dapat dipulihkan lagi. Oleh karenanya harus disadari hanya Tuhan yang berhak mematikan ciptaannya, bukan hakim Indonesia yang putusannya banyak kelirunya, ngaco.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun