Mohon tunggu...
Sheila Madjid
Sheila Madjid Mohon Tunggu... -

Hobi traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inilah Dua Cara Jitu Jokowi Akhiri Konflik : Save KPK !

25 Januari 2015   09:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:25 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14221182921224733975

[caption id="attachment_365977" align="aligncenter" width="259" caption="sumber kaskus.co id"][/caption]

Jika ada yang bertanya, mana yang akan Jokowi pilih dalam kondisi saat ini, membela KPK dengan menginstruksikan Wakapolri menerbitkan SP3, atau malah minta Wakapolri untuk mengirim surat kepada dirinya selaku presiden RI agar segera memberhentikan Keppres pemberhentian sementara Bambang Widjojanto (BW) selaku pimpinan KPK.

Disisi lain, BW sudah mengantisipasi untuk menulis surat 'berhenti sementara" ke Ketua KPK untuk fokus kasus hukum yang sedang dihadapinya. Karena apabila perkara ini dilanjut maka akan menempuh waktu yang lama dan menguras tenaga. Seperti yang kita ketahui peradilan Indonesia adalah yang paling boros, memakan waktu lama, berbelit-belit dan sangat tidak objektif. Beruntung BW adalah pimpinan KPK, sehingga dengan hanya pengerahan aktivis anti korupsi dan dukungan media sudah dilepas dari tahanan dengan jaminan 2 (dua) orang temannya sesama pimpinan KPK. Apabila hal ini dialami orang biasa, sudah berapa ratus juta diperas polisi untuk dapat dibebaskan sebagai tahanan Bareskrim. Sudah menjadi pengetahuan umum polisi Indonesia mempunyai reputasi buruk terhadap rakyatnya.

Karena apabila reputasi polri dan kejaksaan baik, tentu lembaga KPK yang saya sebut sebagai lembaga ad hocmungkin tidak pernah ada di bumi pertiwi ini. Untuk itulah KPK harus ada. Oleh karenanya KPK harus berperang melawan koruptor-koruptor yang ternyata paling banyak ada di institusi Polri. Fakta bahwa Polri pernah dinobatkan sebagai lembaga terkorup oleh ICW adalah kebenaran yang tidak bisa dipungkiri. Dimata dunia, Indonesia ini negara yang sangat aneh. Yah...., itulah kata dunia berdasarkan berita-berita headline di media-media Internasional. Bila calon kepala Polisinya saja tersangka, bagaimana bawahannya, kotor semua bukan ? itulah opini publik internasional.

Nah, kemudian muncul pertanyaan baru, apabila calon kepala polisinya tersangka korupsi lembaga antirasuah, bagaimana dengan orang yang memilihnya ?. Orang yang memilihnya tentunya dimata internasional sama "kotornya" atau lebih "kotor" dari yang dipilih. Berarti Indonesia telah menjadi negara mafia yang dikuasai kartel-kartel (baca : parpol) korup. Memang benar adagium power tends to corrupt. Dan mafia korupsi akan semakin besar apabila pelindungnya merupakan orang nomor satu di negeri ini.

Presiden  Wasit yang Adil ?

Di jaman presiden sebelum Jokowi, perang terbuka KPK vs Polri telah terjadi 2 (dua) kali dan Presiden selalu bertindak sebagai wasit yang adil, meskipun itu hanya pencitraan, tetapi presiden saat itu merasa "sangat menderita atas tindakan KPK. Bukan hanya menteri kesayangannya yang dicokol KPK, tetapi orang-orang partainya, bahkan besannya ikut terjerat kasus korupsi. Pembalasan atas keberanian KPK saat itu adalah bentuk "kriminalisasi" terhadap ketua KPK yang berhasil, kriminalisasi kedua terhadap 2 (dua) orang wakil ketuanya gagal dilakukan sehingga memakan tumbal mantan kabareskrim Polri.

Kini, balas dendam Polri terhadap KPK salah langkah. Bila target utamanya AS, maka target antaranya BW dan APP telah didahulukan. Dari kaca mata strategi intelijen peristiwa penahanan BW akan "mengcover" AS, dan malah hikmahnya AS terlindungi dari kriminalisasi, tetapi tetap mengorbankan BW. Kasar dan salah bukan ?, posisi Polri kian terjepit sebagai "brutus".

Jokowi telah belajar dari Presidem sebelumnya, ia akan berusaha jadi wasit yang adil diakhir skenario drama ini, dimana episode akhir adalah happy ending bagi rakyat, everyone happy.

Keppres Jokowi

Secara kasat mata apabila melihat bukan dari kacamata awam, yang ikut pusing tujuh keliling adalah Jokowi sendiri. Ia dihadapkan dua pilihan sulit. Hati kecilnya tentu saja ia ingin memberhentikan BW, tetapi desakan media sosial dan masyarakat memintanya untuk menginstruksikan Polri dalam hal ini bareskrim menerbitkan SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan). Desakan dari partainya PDIP dan partai koalisi bahkan DPR RI meminta agar kasus BW diteruskan. Ketua komisi III juga telah berkomentar bahwa kasus BW adalah masalah pribadi. Artinya bukan masalah kelembagaan KPK menurutnya. Lebih jauh lagi secara tersirat DPR RI, dalam hal ini diwakili komisi III, ingin menghancurkan KPK. Inilah bukti bahwa lembaga anti rasuah itu juga dimusuhi lembaga legislatif, selain tentunya istana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun