Mohon tunggu...
Insan Rekso Adiwibowo
Insan Rekso Adiwibowo Mohon Tunggu... -

I am just plaything of my thought.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merasionalkan Perasaan

20 Februari 2012   08:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:26 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“... dia berkata ke Kapten Corelli, 'papa telalu merasionalkan cinta sehingga cinta jadi kering.'” SAYA TIDAK BISA MENAHAN TAWA ketika Bang Daus mengatakannya. Saya pikir saya pelan-pelan sudah menjelma seperti mertua Kapten Corelli (tokoh dalam novel Captain Corelli's Mandolin) itu, terlalu berupaya merasionalkan perasaan sehingga membuat hati saya benar-benar terasa kering. Sejujurnya, walaupun setiap kali saya berpikir, berupaya mengerti diri saya sendiri, setiap saat saya merasa sudah mengenal diri saya, setiap kali itu pula saya digerakkan. Saya tidak pernah tahu segalanya, bahkan hingga saat ini. Saya mencoba mengukur tiap jengkal diri saya, mencoba memahami, mencoba merencanakan ini-itu untuk diri saya sendiri. Kadang berhasil, seringkali gagal. Dan saya merasa sungguh ini sia-sia, walaupun pada akhirnya saya tidak pernah berhenti melakukannya. “Nikmati saja, seperti saat duduk di taman pada sore yang indah dengan secangkir teh dan alunan musik lembut,” kata Bang Daus. Dan untuk kali ini saya pun tersenyum lagi. “Sejak kapan hidup menjadi begitu rumit, ya?” Saya menimpali sembari tersenyum. “Hidup itu hanya perpindahan dari satu masalah ke masalah lain. Kita tidak pernah benar-benar terhindar dari masalah, sebagus apapun rencana kita untuk menghindarinya. Contohnya, jatuh cinta, menjalin hubungan, putus, nyambung, putus lagi, hingga memutuskan untuk sendiri, bukankah upaya untuk menyelesaikan masalah hanya dengan mendatangkan masalah lain. Kalau semuanya bisa dinikmati, syukur-syukur dimaknai, hidup tidak pernah lebih rumit dari yang kita pikirkan.” Saya harap memang begitu, let it flow, jawaban akan datang saat kita membutuhkannya. Walaupun sepenuhnya mengerti, yang saya tahu, seperti inilah caraku melarikan diri dari perasaan tidak nyaman, kelelahan, dan kebuntuan. Paling tidak, itulah yang saya pelajari selama hampir seperempat abad hidup saya. Tapi memang benar, hidup hanyalah perpindahan dari satu masalah ke masalah lain. Dan tanpanya hidup sungguh tidak ada artinya. Lalu apa yang harus saya lakukan? Saya terdiam beberapa saat, kemudian tersenyum begitu saja. “Ini hanya masa jeda antara satu seruputan teh ke seruputan berikutnya. Dengarkan alunan musiknya, resapi pemandangannya, hirup segar udaranya. Nikmati saja.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun