Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Salam Siang Padamu yang Tak Sempurna (IV)

27 Juli 2013   10:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:58 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, puisi punya hari lahir di negeri ini. Hari lahir Chaeril Anwar tanggal 26 Juli yang dijadikan konsensus hari puisi nasional. Deklarasinya yang belum setahun telah jadi begitu istimewa, seistimewa puisi-puisimu yang kau cipta. Tak berhenti puisi yang kau rangkai dari aksara kupuji. Itulah dirimu yang menyatu dengan bait-bait  cinta, bait-bait kehidupan yang memberikan warna dan pesona. Kemampuanku dalam mencipta puisi selalu kalah dengan kemampuanmu. Aku hanya menang dalam memuji puisimu, karena memuji telah menjadi energi bagiku.

Kala kau minta jabarkan defenisi puisi, kuhanya bisa getarkan kehampaan. Aku tak punya aksara ataupun kata yang bisa kususun, semuanya bagiku bukan milikku. Yang kumiliki sekarang hanya puisimu. Aku bukan Chairil Anwar yang punya dedikasi, aku hanya miliki apresiasi. Pun aku tak seperti Sutardji Calzoum Bachri yang punya tragedi winka dan sihka, aku hanya miliki cerita. Apalagi aku bukan WS. Rendra, tak punya pamplet cinta apalagi wanitaku. Aku hanya makhluk papa, tiada punya apa-apa, selain puji dan puja. Mohon jangan pinta aku lagi memberi deskripsi, sekedar memuji bisaku kini.

Tak Sepadan kau sandingkan aku dengan semua. Aku seperti binatang jalang dari kumpulangnya terbuang. Hampa menjadi rumahku kini, yang terampas dan yang putus menjadi lakon hidup. Seperti sajak putih yang bersandar pada tari warna pelangi. Do'a dariku yang seperti prajurit jaga malam senantiasa menjadi daging dan batu. Walau Mantera Luka kadang hilang (ketemu), tapi kenangan dan kesepian selalu datang mendera, kangen yang kemudian menyatu seperti rumpun alang-alang, menggelitikku, bersuasa disanubariku.

Wahai yang tak sempurna, tak bisa kubuatkan surat cinta untukmu, karena kau bukanlah perempuan yang tergusur dari mimpi dan cita-citaku, kau telah terpahat indah di dinding hatiku. Kala senja di pelabuhan kecil nanti akan aku tegakkan segala janji, mungkin juga aku sudah bisa memberi defenisi tentang puisi. Tak sekedar deskripsi, puisi kelak aku akan sajikan untukmu. Salam siang padamu yang tak sempurna!
**********

NB:  Tulisan warna biru adalah judul puisi-puisi Chairil Anwar, warna merah merupakan judul puisi Sutardji Calzoum Bachri, dan warna ungu merupakan judul sajak-sajakWS. Rendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun